Berita

Kemenkes Lakukan Uji Publik Rancangan Peraturan Pemerintah turunan UU Kesehatan Substansi Praktik Kefarmasian

Published

on

Screenshoot infografis (Dokumentasi : @sehatnegeriku.kemkes.go.id)

Jakarta, goindonesia.co : Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes RI menggelar uji publik melalui kegiatan public hearing Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 di Jakarta pada selasa (19/9).

Pertemuan yang dilaksanakan secara hibrid ini dihadiri oleh stakeholders dari berbagai Kementerian/Lembaga, organisasi profesi, asosiasi pelaku usaha, komunitas dan yayasan, tim ahli, Dinas Kesehatan serta masyarakat.

Direktur Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian, Agusdini Banun Saptaningsih menyampaikan bahwa praktek kefarmasian ini harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
Agusdini menjelaskan bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan praktik kefarmasian dan dapat mengikutsertakan organisasi profesi.

Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan praktik kefarmasian dilaporkan melalui Sistem Informasi Kesehatan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Kesehatan Nasional.

Praktek kefarmasian meliputi pengendalian produksi termasuk pengendalian mutu, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penelitian dan pengembangan sediaan farmasi juga pengelolaan dan pelayanan kefarmasian.

“Dalam menjalankan praktek kefarmasian apoteker dan/atau apoteker spesialis dapat dibantu oleh tenaga vokasi farmasi” ungkap Agusdini.

Agusdini menambahkan bahwa fasilitas kefarmasian terdiri dari dari fasilitas produksi, distribusi, pengelolaan kefarmasian, pelayanan kefarmasian/pelayanan kesehatan penunjang

“Pada fasilitas produksi yang berupa industri farmasi dan industri bahan obat harus memiliki sekurang-kurangnya tiga orang apoteker dan/atau apoteker spesialis sebagai penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu” tegas Agusdini.

Sedangkan yang berupa industri obat bahan alam, industri ekstrak bahan alam, dan industri kosmetika harus memiliki sekurang-kurangnya satu orang apoteker dan/atau apoteker spesialis sebagai penanggung jawab.

Dan yang berupa industri alat kesehatan dan PKRT harus memiliki penanggung jawab teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Untuk fasilitas produksi tertentu seperti usaha kecil, usaha mikro obat bahan alam, dan industri kosmetik golongan B dapat dilaksanakan oleh tenaga vokasi farmasi “RPP ini akan diatur turunannya di Permenkes, sekurang-kurangnya memiliki 1 tenaga vokasi farmasi tetapi tetap disupervisi oleh apoteker” jelas Agusdini.

Lebih lanjut Agusdini menerangkan dalam kondisi tertentu, praktik kefarmasian secara terbatas pada fasilitas pelayanan kefarmasian dapat dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan. Kondisi tertentu tersebut meliputi ketiadaan tenaga kefarmasian di suatu wilayah, kebutuhan program pemerintah, penanganan kegawatdaruratan medis dan/atau KLB, wabah, dan darurat bencana lainnya.

“Tenaga kesehatan lain meliputi dokter, dokter gigi, perawat, atau bidan yang memberikan pelayanan kefarmasian pada batas tertentu, ketentuan lebih lanjut mengenai praktik kefarmasian secara terbatas akan diatur dengan Peraturan Menteri” pungkas Agusdini.

Kemenkes akan menghimpun masukan dan aspirasi dari masyarakat. Masyarakat umum dapat mengikuti kegiatan ini melalui youtube Kementerian Kesehatan RI dan dapat berpartisipasi aktif dengan memberikan masukan maupun usulan melalui website https://partisipasisehat.kemkes.go.id/ selama proses penyusunan RPP berlangsung. (***)

*Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI. 

Trending

Copyright © 2021 goindonesia.co