Kultum

Aku Datang Memenuhi Panggilan-Mu Ya Allah (5)

Published

on

Ama R. Hery Herdiana (Foto : Dokumen Pribadi)

*Ama R. Hery Herdiana

Assalamu’alaikum wrwb sahabat fillah.

Jakarta, goindonesia.co – Hari Selasa, 27 Juni 2023 atau 9 Dzulhijjah 1444 waktu Saudi adalah hari puncaknya haji dimana pada hari itu semua jamaah haji berkumpul di suatu tempat yang namanya Arafah.

Rosulullah SAW bersabda, “Haji itu adalah Wukuf di Arafah, maka barangsiapa yang mengetahui (wukuf di Arafah) pada malam Arafah, hingga menjelang terbitnya Fajar dari malam berkumpulnya para jama’ah, maka sungguh hajinya telah sempurna” [HR. Abu Dawud].

Wukuf di Arafah merupakan tiang haji dan rukunnya yang terpenting. Barang siapa meninggalkannya, maka hajinya batal.

Wukuf di Arafah dimulai setelah matahari tergelincir. Untuk membuat kepastian pelaksanaannya setiap kloter akan mengadakannya secara berjamaah di tenda masing-masing kloter dimulai dengan khutbah Arofah diikuti dengan sholat Dhuhur qoshor dan Ashar jama takdim qoshor berjamaah, setelah itu dilanjutkan dengan berdzikir, membaca al-qur’an, bersholawat, muhasabah, dan berdoa masing-masing sampai waktu matahari tenggelam.

Arafah adalah tempat yang mustajab untuk berdoa, diantara tempat yang paling afdol berdoa adalah di tempat lebih tinggi atau bahkan tertinggi sehingga banyak orang yang naik sampai ke bukit-bukit Shakharat dan Jabal Rahmah atau wadi Namira.

Di wadi Namira ini terdapat masjid yang dinamakan masjid Ibrahim atau masjid Namira tetapi juga banyak yang berdoa di tenda dan keluar setelah agak sore menjelang matahari terbenam.
Meskipun suhu di Arafah 47 derajat celcius dari tempat-tempat itulah kami berdoa untuk diri sendiri, orang tua, guru-guru, istri, anak-anak, kerabat, orang-orang terdekat, bangsa, majlis, perkumpulan dan sahabat yang meminta didoakan, serta kaum muslimin secara umum.

Sebagaimana Rosulullah SAW bersabda, “Doa yang paling utama adalah doa pada hari arafah dan sebaik-baik yang aku dan para nabi sebelumku ucapkan adalah kalimat tauhid, yaitu ‏لَا إلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ” [HR Imam Malik].

Dengan dasar inilah kami berusaha untuk memaksimalkan momen Arafah ini dan berharap bisa kembali lagi ke Arafah di tahun berikutnya bersama keluarga, orang tua, kerabat dan sahabat fillah, aamiin.

Kembali kita kepada kisah Asy-Sybli ketika sedang belajar dengan gurunya yaitu syekh Ali Zainal Abidin.

Syekh bertanya, “Apakah engkau telah Wukuf di Arafah, mendaki Jabal Rahmah, mengunjungi Wadi Namirah, serta memanjatkan do’a-do’a di bukit Shakharat?” “Benar, seperti itu.”

“Ketika Wukuf di Arafah, apakah engkau menghayati kebesaran Allah, serta berniat mendalami ilmu yang dapat mengantarkanmu kepada-Nya? Apakah ketika itu engkau merasakan kedekatan yang demikian dekat denganmu? Ketika mendaki Jabal Rahmah, apakah engkau mendambakan Rahmat Allah bagi setiap Mukmin? Ketika berada di Wadi Namirah, apakah engkau berketetapan hati untuk tidak meng-amarkan yang ma’ruf, sebelum engkau meng-amarkannya pada dirimu sendiri? Serta tidak melarang seseorang melakukan sesuatu sebelum engkau melarang diri sendiri? Ketika berada diantara bukit-bukit sana, apakah engkau sadar bahwa tempat itu akan menjadi saksi segala perbuatanmu?” “Tidak.” “Kalau begitu, engkau tidak wukuf di Arafah, tidak mendaki Jabal Rahmah, tidak mengenal Wadi Namirah, tidak pula berdo’a di sana! (Cag, bersambung…) (***)

*Penulis adalah Pimpinan Majelis Dzikir Ayiiqi Rosululloh (#20)

Trending

Copyright © 2021 goindonesia.co