Health

Kemenkes: Vaksin Nusantara Tak Bisa Dikomersialkan

Published

on

Illustrasi : Vaksin Nusantara (Youtube) 

Jakarta , goindonesia.co : Pemberitaan terkait vaksin Nusantara ramai lagi. Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Siti Nadia Tarmizi M Epid pun kembali menegaskan, vaksin Nusantara tidak dapat dikomersialkan lantaran bersifat individual (autologus).

”Sel dendritik bersifat autologus. Artinya, dari materi yang digunakan, dari diri kita sendiri dan untuk diri kita sendiri sehingga tidak bisa digunakan untuk orang lain. Jadi, produknya hanya bisa dipergunakan untuk diri pasien sendiri,” kata dr Nadia dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (28/08/2021).

Lebih jauh dr Nadia menyampaikan bahwa vaksin Nusantara dapat diakses oleh masyarakat dalam bentuk pelayanan berbasis penelitian secara terbatas.

Penelitian tersebut berdasarkan nota kesepahaman (MoU) antara Kemenkes bersama Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), dan TNI Angkatan Darat, April lalu terkait ‘Penelitian Berbasis Pelayanan Menggunakan Sel Dendritik untuk Meningkatkan Imunitas Terhadap Virus SARS-CoV-2’.

”Masyarakat yang menginginkan vaksin Nusantara atas keinginan pribadi nantinya akan diberikan penjelasan terkait manfaat hingga efek sampingnya oleh pihak peneliti. Kemudian, jika pasien tersebut setuju, maka vaksin Nusantara baru dapat diberikan atas persetujuan pasien tersebut,” ujar dr Nadia.

Bantahan Dubes RI di Turki

Sementara itu terkait kabar soal Vaksin Nusantara yang diklaim dipesan oleh Turki, dr Siti Nadia yang juga Direktur Pencegahan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes, mengaku pihaknya tak mendapat informasi soal itu. “Kami belum terinfo soal ini. Mungkin bisa dicek langsung ke tim vaksin Nusantara di RSPAD,” kata dr Nadia.

Senada dengan dr Nadia, Duta Besar RI di Ankara, Lalu Muhamad Iqbal, pun membantah kabar bahwa Pemerintah Turki membeli 5 juta dosis vaksin Nusantara. “Tidak ada. Kalau pemerintah yang mau beli, pasti saya orang Indonesia pertama yang dikasih tahu,” ujar Iqbal yang dikutip dari CNNIndonesia.com, Jumat (27/08/2021).

Pernyataan bantahan itu muncul setelah beredar kabar Pemerintah Turki berencana membeli Vaksin Nusantara sebanyak 5 juta dosis. Mereka bahkan juga disebut mempersilakan jika peneliti vaksin Nusantara mau melakukan uji klinis 3 di Turki lantaran tak diizinkan di Indonesia.

Orang yang pertama kali menyinggung berita itu adalah Chairul Anwar Nidom. Guru Besar Ilmu Biokimia dan Biologi Molekular Universitas Airlangga ini mengaku mendapat informasi dari dr Terawan Agus Putranto bahwa Pemerintah Turki tertarik membeli Vaksin Nusantara.

Informasi itu lantas dibicarakan oleh anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PAN, Saleh Partaonan Daulay, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP), Rabu (25/08/2021). Singkat cerita, masalah vaksin Nusantara kembali berhembus cepat di  media massa.

Yang jelas, pengembangan vaksin Nusantara bukan untuk dimintakan izin edar oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sebagaimana vaksin Merah Putih. Vaksin Nusantara dapat diakses masyarakat dalam bentuk pelayanan berbasis penelitian secara terbatas.

Ada Yang Percaya?

Dilansir Indozone id, epidemiolog Universitas Indonesia Pandu Riono kesal masih ada saja yang percaya akan keberadaan Vaksin Nusantara. Bahkan dia merasa heran mengapa ada rumor yang menyebut bahwa Turki telah memesan vaksin tersebut.

Hal itu dikatakan Pandu Riono melalui cuitan di akun Twitternya @drpriono1 saat merespons pemberitaan mengenai Dubes RI yang telah membantah bahwa Pemerintah Turki melakukan pemesanan terhadap Vaksin Nusantara.

“Vaksin Nusantara itu tidak ada. Kok tiba2 ada yang bilang mau beli. Dipercaya lagi,” tulis Pandu Riono dikutip Indozone, Jumat (27/8/2021).

Sebelumnya, Pandu Riono juga meminta Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Daulay menghentikan kehebohan dan kebohongan soal Vaksin Nusantara.

Hal itu diungkapkan Pandu Riono saat merespons unggahan video Saleh Daulay yang kesal dengan BPOM karena dianggap meremehkan Vaksin Nusantara.

“Tidak ada pengembangan Vaksin Nusantara yang sesuai kaidah ilmiah dan diakui WHO, tidak ada pemesanan. Pendapatnya tidak akurat, Saleh Daulay hentikan kehebohan dan kebohonan tersebut, fokus pada upaya pengendalian pandemi,” tulis Pandu Riono.

Kepentingan Kelompok?

Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar IDI Zubairi Djoerban meminta pengembangan vaksin Nusantara tetap mengikuti kaidah ilmiah penelitian (saintifik) sesuai amanat Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Zubairi juga meminta vaksin buatan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto ini tak lagi disangkutpautkan dengan kepentingan kelompok.

“Harus ditekankan lagi, vaksin Covid-19 memang amat dibutuhkan. Itu benar. Yang tak benar itu mengabaikan kaidah-kaidah ilmiah dalam pengembangan vaksinnya. Hal itu yang ditegaskan juga oleh Presiden Jokowi, kan. Dia bilang, pengembangan vaksin harus memenuhi kaidah ilmiah. Jelas,” kata Zubairi melalui cuitan di akun twitter pribadinya @ProfesorZubairi, Jumat (16/04/2021), seperti dikutip dari CNNIndonesia.com.

Presiden Jokowi pada pertengahan Maret lalu mengimbau agar penelitian vaksin Nusantara mengikuti kaidah-kaidah keilmuan dan uji klinis dan harus dilakukan sesuai prosedur yang berlaku. Ia juga meminta proses itu digelar secara terbuka, transparan, dan melibatkan para ahli.

Zubairi meminta agar tim peneliti vaksin Nusantara tetap berpedoman pada regulator dalam hal ini BPOM. Ia menyebut tak ada salahnya tim peneliti memperbaiki uji klinis fase I.

Perbaikan itu nantinya akan kembali dievaluasi oleh BPOM untuk kemudian dijadikan pertimbangan dalam memberikan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis fase II vaksin Nusantara.

“Berhenti sejenak untuk memperbaiki uji klinis satu merupakan hal yang baik. Jangan tergesa, jangan dipolitisasi, dasarkan semua pada fakta ilmiah,” katanya.

Vaksin Nusantara menjadi polemik publik dalam sepekan terakhir usai politisi hingga mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menjadi relawan vaksin Nusantara ini. Polemik itu terjadi lantaran pengambilan sampel dilakukan tanpa restu dari BPOM.

Kepala BPOM Penny K Lukito mengaku pihaknya sudah memberikan evaluasi dan rekomendasi hasil uji klinis pada tim peneliti vaksin Nusantara, namun menurutnya tim kerap mengabaikan. Lantas Penny dalam pernyataan publik meminta agar tim peneliti mengulang penelitian dari tahap pre-klinis.

Keputusan Penny menyusul beragam temuan, mulai dari komponen yang digunakan dalam penelitian tidak sesuai pharmaceutical grade, kebanyakan impor, hingga antigen virus yang digunakan bukan berasal dari virus Corona di Indonesia sehingga tidak sesuai dengan klaim vaksin karya anak bangsa.

Merespons hal itu, peneliti vaksin Nusantara, Muhammad Karyana mengaku hingga kini pihaknya belum mendapat rekomendasi secara tertulis dari BPOM soal rekomendasi pre-klinis vaksin ini.

Karyana juga membantah pernyataan BPOM soal tim peneliti yang tidak memberikan balasan evaluasi. Peneliti, kata dia, terpantau tetap memberikan jawaban dalam proses pengembangan. Jawaban terakhir diberikan usai agenda hearing dan inspeksi BPOM pada 16 Maret lalu.  (***)

Sumber: Kemenkes, BPOM,  CNNIndonesia, DetikHealth, Indozone.id.

Trending

Copyright © 2021 goindonesia.co