Connect with us

Health

Secara Nasional, Penurunan Kasus Sebesar 18 Persen

Published

on

Foto : Istimewa

Jakarta , goindonesia – Masyarakat Indonesia, perlu mengetahui bahwa angka penurunan penyebaran Covid-19 di negeri kita signifikan. Secara nasional penurunan kasus penyebaran Covid-19 hingga pertengahan Agustus 2021 sebesar 18 persen

Kementerian Kesehatan memahami adanya keterlambatan pelaporan, baik untuk kasus-kasus terkonfirmasi, kasus-kasus sembuh, maupun kasus-kasus meninggal, khususnya akibat peningkatan kasus dua bulan terakhir.

Saat ini, masih lebih dari 50 ribu kasus belum terupdate status akhirnya.

“Kementerian Kesehatan mendukung pemerintah daerah untuk menyelesaikan updating kasus ini dalam waktu sesingkat-singkatnya. Agar, sesegera mungkin kita dapat menyajikan data yang lebih akurat dan tepat waktu,” ujar Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid.

Dia menegaskan, angka kematian tidak dihilangkan dari laporan harian yang disampaikan kepada publik setiap harinya.

Saat ini komponen angka kematian sedang dilakukan perbaikan untuk kita dapat menentukan level PPKM lebih tepat.

 dr. Nadia pun memastikan, pihaknya tetap berkomitmen tinggi terhadap transparansi data dan untuk melakukan perbaikan terus menerus terhadap kualitas data nasional.

Dalam kesempatan itu, dr. Nadia menyampaikan, secara nasional, terjadi penurunan kasus konfirmasi sebanyak 18% dibandingkan dengan pekan sebelumnya. Akan tetapi terdapat varian di setiap provinsi.

Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Aceh, Gorontalo, dan Bangka Belitung mencatatkan peningkatan kasus lebih dari 20% dibandingkan dengan pekan sebelumnya.

Penurunan kasus signifikan terutama terjadi di DKI Jakarta dan Jawa Barat yang sangat mempengaruhi tren penambahan kasus secara nasional.

Terkait testing rate dan positivity rate, menurut dr. Nadia merupakan indikator yang tidak dapat dipisahkan.

 Positivity rate hanya dapat diinterpretasikan jika target tes yang menunjukkan

bahwa surveilans adekuat mencapai target minimal 1 orang per 1000 penduduk per pekan.

 Secara nasional, testing rate saat ini adalah 3.53 per 1000 penduduk per pekan dengan positivity rate mingguan sebesar 23.6% walau tren positivity rate terus menurun di awal Juli 30.1%, dan saat ini menurun hingga 22.5%.

dr. Nadia memaparkan, adapun provinsi yang belum mencapai target testing tersebut yaitu Aceh, Lampung, Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat dan Maluku.

Untuk itu, pihaknya terus menggalakkan pelacakan kontak erat. karena itu merupakan kunci untuk menemukan kasus lebih awal, agar segera diisolasi/karantina.

 Sehingga, tidak menyebar dengan terus melibatkan semua pihak, terutama TNI dan Polri, jumlah kontak erat yang dilacak semakin meningkat.

 Pemerintah juga terus mengupayakan tracing ditingkatkan. dengan memperbaiki sistem aplikasi pencatatan dan pelaporan

“Diharapkan semua daerah dapat meningkatkan dan mempertahankan testing terutama untuk kasus-kasus suspek dan kontak erat yang ditemukan,” ujarnya.

Selanjutnya, kata dr. Nadia, per 12 Agustus, tidak ada provinsi yang mencatatkan Bed Occupancy Rate (BOR) atau keterisian tempat tidur isolasi lebih dari 80%. Tentunya hal ini menggembirakan sehingga dapat menekan beban sistem kesehatan di rumah sakit.

“Namun untuk BOR ICU, terdapat 4 provinsi dengan BOR ICU lebih dari 80% yaitu Bali, Kalimantan Timur, Bangka Belitung, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Riau,” katanya.

Lebih lanjut, dr. Nadia mengatakan, Pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat yang dilanjutkan dengan PPKM level 3 dan level 4 di wilayah Jawa dan Bali telah dilaksanakan sejak 3 juli 2021 sampai dengan saat ini.

Secara nasional, berdasarkan perhitungan menggunakan 6 indikator Kementerian Kesehatan, jumlah provinsi di level 4 menurun dari pekan lalu. Seperti di Pulau Jawa, Jawa Barat dan Banten sekarang sudah level 3.

Menurutnya, angka pekan kejadian kasus atau insidensi di Pulau Jawa dan Bali tampak menurun dalam 2-3 terakhir yang berdampak besar pada penurunan insidensi kasus secara nasional.

Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa insidensi kasus meningkat di wilayah-wilayah luar Pulau Jawa-Bali, sehingga harus terus memperkuat upaya testing, lacak dan isolasi.

 Serta, meningkatkan kepatuhan terhadap protokol kesehatan, sekaligus mengantisipasi lonjakan kasus yang dapat menekan sistem kesehatan terutama rumah sakit di wilayah luar Jawa.

Dia menjelaskan, beberapa provinsi yang menunjukkan penurunan kasus harian dimana terjadi penurunan yang signifikan jumlah kasus yang masuk rumah sakit.

 Sekitar 90% kasus ada di masyarakat dan menjalani isolasi mandiri maupun isolasi terpusat sehingga diharapkan tidak ada kasus yang terlambat rujuk karena ketidaktahuan terkait tanda-tanda bahaya.

 Apalagi dengan catatan BOR yang semakin menurun diharapkan pasien-pasien dengan gejala berat bisa mendapatkan perawatan di rumah sakit.

dr. Nadia mengingatkan, pasien yang dapat menjalani isolasi mandiri hanya yang tidak bergejala atau memiliki gejala ringan tanpa sesak.

 Penurunan kasus dan penurunan jumlah orang yang masuk rumah sakit adalah tanda yang positif dimana tekanan dan beban kepada rumah sakit semakin berkurang.

“Kita berharap segala upaya yang sudah kita lakukan melalui kegiatan testing, lacak dan isolasi, vaksinasi dan peningkatan kepatuhan terhadap protokol terus kita pertahankan dan tingkatkan,” ujarnya. (***)

Continue Reading
Advertisement Berita Vaksin Penting

Kesehatan

Tidak Ada Efek Samping Akibat Vaksin COVID-19 di Indonesia

Published

on

Ilustrasi vaksin COVID-19 (Foto : @sehatnegeriku.kemkes.go.id)

Jakarta, goindonesia.co – Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) Prof. Hinky Hindra Irawan Satari mengatakan, tidak ada kejadian sindrom trombosis dengan trombositopenia atau thrombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS) setelah pemakaian vaksin COVID-19 AstraZeneca di Indonesia. Hal ini berdasarkan surveilans aktif dan pasif yang sampai saat ini masih dilakukan oleh Komnas KIPI.

“Keamanan dan manfaat sebuah vaksin sudah melalui berbagai tahapan uji klinis, mulaiuji klini tahap 1, 2, 3 dan 4 termasuk vaksin COVID-19 yang melibatkan jutaan orang, sampai dikeluarkannya izin edar. Dan pemantauan terhadap keamanan vaksin masih terus dilakukan setelah vaksin beredar” kata Prof Hinky.

Sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), Komnas KIPI bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPOM melakukan surveilans aktif terhadap berbagai macam gejala atau penyakit yang dicurigai ada keterkaitan dengan vaksin COVID-19 termasuk TTS. Survei dilakukan di 14 rumah sakit di 7 provinsi yang memenuhi kriteria selama lebih dari satu tahun.

“Selama setahun, bahkan lebih, kami amati dari Maret 2021 sampai Juli 2022. Kami lanjutkan lebih dari setahun karena tidak ada gejalanya, jadi kami lanjutkan beberapa bulan untuk juga supaya memenuhi kebutuhan jumlah sampel yang dibutuhkan untuk menyatakan ada atau tidak ada keterkaitan. Sampai kami perpanjang juga tidak ada TTS pada AstraZeneca,” jelas Prof Hinky.

“Jadi, kami melaporkan pada waktu itu tidak ada kasus TTS terkait vaksin COVID-19,” lanjut Prof Hinky.

Indonesia merupakan negara dengan peringkat keempat terbesar di dunia yang melakukan vaksinasi COVID-19. Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Setelah surveilans aktif selesai, Komnas KIPI tetap melakukan surveilans pasif hingga hari ini. Berdasarkan laporan yang masuk, tidak ditemukan laporan kasus TTS.

TTS merupakan penyakit yang menyebabkan penderita mengalami pembekuan darah serta trombosit darah yang rendah. Kasusnya sangat jarang terjadi di masyarakat, tapi bisa menyebabkan gejala yang serius.

“Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) bila ditemukan penyakit atau gejala antara 4 sampai 42 hari setelah vaksin disuntikkan. Kalaupun saat ini ditemukan kasus TTS di Indonesia, ya pasti bukan karena vaksin COVID-19 karena sudah lewat rentang waktu kejadianya,” jelas Prof Hinky.

“Namanya trombosis, pembuluh darah membeku. Kalau terjadi di otak muncul gejala pusing, di saluran cerna mual, di kaki pegel. Kalau jumlah trombositnya menurun, ada perdarahan, biru biru di tempat suntikan, ya, itu terjadi, tapi 4-42 hari setelah vaksin. Kalau sekarang terjadi, ya, kemungkinan besar terjadi karena penyebab lain, bukan karena vaksin,” kata Prof Hinky.

Masyarakat juga masih bisa melaporkan kejadian ikutan pasca-imunisasi atau KIPI kepada Komnas KIPI melalui puskesmas terdekat. “Puskesmas sudah terlatih, akan dilakukan investigasi, anamnesis, dan rujukan ke RS untuk akhirnya dikaji Pokja KIPI dan dikeluarkan rekomendasi berdasarkan bukti yang ada,” jelasnya. (***)

*Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI

Continue Reading

Kesehatan

Cegah Kanker Serviks: Kolaborasi Bio Farma dan IHC RS Pelabuhan Cirebon Kenalkan CerviScan

Published

on

Grand launching deteksi Ca Cervix dengan Metode PCR HPV-DNA (Sampel Urine) & Vaksin Ca Cervix di Hotel Prima, Kota Cirebon (02/11). (Dokumentasi : @www.biofarma.co.id)

Cirebon, goindonesia.co – Bio Farma bersama IHC RS Pelabuhan Cirebon berkolaborasi cegah kanker serviks dengan memperkenalkan kit diagnostik deteksi dini melalui pemeriksaan urine dengan metode PCR HPV-DNA di Hotel Prima, Kota Cirebon. Acara tersebut bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran bahaya kanker serviks dan pentingnya melakukan deteksi dini. 

Direktur Medis dan Hubungan Kelembagaan Bio Farma, Sri Harsi Teteki mengatakan bahwa kanker serviks sangat berbahaya bagi perempuan karena sering ditemukan pada stadium lanjut sehingga pengobatannya terlambat.

“Kanker serviks sangat berbahaya bagi perempuan, seperti kita ketahui kanker serviks menempati urutan kedua terbanyak setelah kanker payudara. Kanker serviks sering kali ditemukan pada stadium lanjut karena tidak adanya gejala pada stadium awal kanker serviks.” ujar Sri Harsi Teteki.

“Sebab itu, pentingnya bagi perempuan untuk melakukan deteksi dini, karena Kanker serviks dapat terdeteksi dengan kita rutin melakukan deteksi dini, lebih awal ditemukan akan memberikan harapan hidup lebih baik.” tambahnya.

Wakil Wali Kota Cirebon, Dra. Hj. Eti Herawati, M.A.P. mengungkapkan dirinya sangat berterima kasih karena diagnostik kit ini memenuhi kebutuhan perempuan dalam melakukan deteksi dini dengan nyaman.

“Atas nama Pemerintah Kota Cirebon, saya mengucapkan terima kasih atas kolaborasi yang terjadi, diagnostik kit ini merupakan jawaban atas kebutuhan perempuan untuk melakukan deteksi dini dengan nyaman.” ungkap Eti Herawati.

“Saya juga berharap dengan adanya kit diagnostik ini kedepannya dapat meningkatkan kesadaran tentang bahaya kanker serviks dan pentingnya melakukan deteksi dini bagi masyarakat khususnya Cirebon.” tambah Eti.

Masih tingginya kasus kanker serviks di Indonesia disebabkan karena rendahnya kesadaran perempuan untuk melakukan deteksi dini dikarenakan merasa takut dan malu.

Kanker serviks juga termasuk penyakit yang disebut sebagai “Silent killer” karena tidak adanya gejala pada stadium awal kanker serviks. Hampir semua kasus kanker serviks (lebih dari 95%) disebabkan oleh infeksi human papillomavirus (HPV) risiko tinggi.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Cirebon, Dr. Hj. Siti Maria Listiawaty, MM mengatakan dengan adanya kit diagnostik yang lebih nyaman dan efektif ini dapat memberikan kesadaran bagi masyarakat dalam mencegah kanker serviks.

“Dengan adanya metode yang lebih efektif dan nyaman ini, saya berharap masyarakat akan lebih sadar tentang bahayanya kanker serviks, masyarakat juga tidak perlu takut dan malu lagi untuk melakukan pemeriksaan karena metode yang digunakan adalah mengambil sampel urine.” ungkap Siti Maria.

Karena itu, Maria berharap dengan alat deteksi dini terhadap Human Papillomavirus (HPV) penyebab kanker serviks yang dihadirkan Bio Farma, tidak ada lagi kendala melakukan deteksi dini karena lebih praktis dan nyaman. (***)

*Bio Farma, @www.biofarma.co.id

Continue Reading

Kesehatan

Kemenkes Kolaborasi Dengan Kaukus DPR RI, Luncurkan KOBAR Lawan Dengue

Published

on

Wakil Menteri Kesehatan, Prof. Dante Saksono Harbuwono (Dokumentasi : @sehatnegeriku.kemkes.go.id)

Jakarta, goindonesia.co – Kementerian Kesehatan bersama Kaukus Kesehatan DPR RI deklarasikan kolaborasi bersama melawan penyakit demam berdarah (dengue) di Indonesia. Kolaborasi yang diberi nama KOBAR Lawan Dengue ini diluncurkan pada Jumat, 8 September 2023 di DPR RI, Jakarta.

Wakil Menteri Kesehatan, Prof. Dante Saksono Harbuwono mengatakan koalisi bersama lawan dengue merupakan gabungan dari seluruh stakeholder di tingkat pusat dan daerah. Dengan tujuan untuk mempercepat target bersama mencapai nol kematian akibat dengue di tahun 2030 (zero dengue death by 2030).

Percepatan dilakukan mengingat karakteristik penularan nyamuk dengue telah berubah. Jika dulunya nyamuk dengue lebih banyak ditemui saat musim hujan, maka kini apapun musimnya nyamuk dengue tetap bisa ditemukan. Perubahan inilah yang menyebabkan kasus dengue di Indonesia terus meningkat setiap tahun.

“Sepanjang tahun apapun musimnya dengue itu ada. Kita lihat angka-angkanya juga semakin meningkat. Angka kejadiannya sekitar 25.000/100.000 penduduk di tahun 2012 menjadi 52.000/100.000 penduduk di tahun 2022,” kata Wamenkes.

Wamenkes mengungkapkan kenaikan ini tidak hanya terjadi pada kasus dengue, tapi juga terjadi pada kasus kematian. Tercatat, di tahun 2018 case fatality rate sebesar 0,71% meningkat jadi 0,86% di tahun 2022.

Mengantisipasi terjadinya kenaikan kasus yang lebih tinggi, pemerintah telah menggalakkan gerakan Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J). G1R1J merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk mengendalikan penyakit vektor di lingkungan rumahnya sendiri.

“Melalui program ini, masyarakat diajak untuk meluangkan waktu 1 menit di jam 10 pagi selama 10 minggu berturut-turut. Jadi program ini pada prinsipnya dari masyarakat untuk masyarakat,” terang Wamenkes.

G1R1J, lanjut Wamenkes, akan diperkuat dengan inovasi pencegahan dan pengendalian dengue seperti vaksin dengue yang telah terbukti efektif dan efisien dalam mencegah DBD. Saat ini terdapat dua jenis vaksin dengue yang sudah mendapat izin penggunaan dari Badan POM dan telah beredar di masyarakat. Dua vaksin tersebut yakni vaksin Dengvaxia dan vaksin Qdenga.

Upaya antisipatif lainnya yang juga digalakkan oleh pemerintah adalah memberantas dengue dengan memandulkan nyamuk aedes aegypti menggunakan nyamuk Wolbachia.

Wamenkes menegaskan, upaya penanggulangan dengue tersebut tidak hanya mengandalkan kemampuan pemerintah saja, melainkan harus dilakukan bersama-sama dengan melibatkan semua pihak sesuai dengan kekuatan di bidangnya masing-masing.

“Belajar dari kasus COVID-19, maka ini tidak mungkin jadi program eksklusif Kemenkes saja, melainkan menjadi program inklusif dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat termasuk Kaukus Kesehatan DPR RI,” ujar Wamenkes.

“Terima kasih atas kolaborasi yang mesra antara pemerintah dan DPR RI. Mudah-mudahan target nol kematian akibat dengue di tahun 2030 tercapai. Saya berharap kolaisi ini bisa melakukan aksi nyata bukan hanya slogan semata,” lanjut Wamenkes.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Kaukus Kesehatan DPR RI sekaligus anggota Komisi IX DPR RI, Suir Syam, mengatakan merupakan salah satu program prioritas dalam RPJMN tahun 2020-2024.

Ia pun sepakat bahwa Penanggulangan dengue membutuhkan kolaborasi bersama dengan melibatkan lintas sektor guna mempercepat tercapainya target nol kematian akibat dengue di tahun 2023.

Menyadari hal tersebut, guna memastikan pencapaian tujuan tersebut, serta dibutuhkannya percepatan penanggulangan dengue sebagai ancaman kesehatan masyarakat di Indonesia, maka Kaukus Kesehatan DPR RI bersama dengan Kementerian Kesehatan sepakat meluncurkan Koalisi Bersama Lawan Dengue (KOBAR Lawan Dengue) untuk menggalang dukungan bersama dan mengukuhkan komitmen peserta dalam menanggulangi dengue di Indonesia.

“Kami memakai koalisi bersama ini dengan nama KOBAR Lawan Dengue adalah untuk menggalang dukungan dalam menanggulangi dengue di Indonesia. Kami percaya bahwa peluncuran KOBAR lawan dengue menjadi upaya startegis pemenuhan tanggung jawab Negara terhadap target global dalam membaca nol kematian akibat dengue di tahun 20230,” harap Suir Syam. (***)

*Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI

Continue Reading

Trending