Connect with us

Health

Serang Anak, Kemenkes Imbau Masyarakat Waspadai Penyakit Hepatitis Akut

Published

on

Ilustrasi virus hepatitis misterius yang menelan nyawa tiga anak di Jakarta. (Pixabay/21saturday)

Jakarta, goindonesia.co : Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meningkatkan kewaspadaan setelah tiga pasien anak yang dirawat di RSUPN Dr Ciptomangunkusumo Jakarta dengan dugaan Hepatitis Akut, meninggal dunia, dalam kurun waktu yang berbeda dengan rentang dua minggu terakhir hingga 30 April 2022.

“Ketiga pasien ini merupakan rujukan dari rumah sakit yang berada di Jakarta Timur dan Jakarta Barat,” ungkap Kemenkes dalam keterangan tertulis, Senin (1/5/2022).

“Gejala yang ditemukan pada pasien-pasien ini adalah mual, muntah, diare berat, demam, kuning, kejang dan penurunan kesadaran,” kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan dr Siti Nadia Tarmizi, M Epid.

Penyakit Hepatitis Akut sendiri sejauh ini belum diketahui penyebabnya. Badan Kesehatan Dunia (WHO) bahkan menyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) pada kasus Hepatitis Akut yang menyerang anak-anak di Eropa, Amerika dan Asia sejak 15 April 2022.

Kementerian Kesehatan RI saat ini sedang berupaya untuk melakukan investigasi penyebab kejadian hepatitis akut ini melalui pemeriksaan panel virus secara lengkap. Dinas kesehatan Provinsi DKI Jakarta sedang melakukan penyelidikan epidemiologi lebih lanjut.

Selama masa investigasi, pihak Kemenkes mengiimbau masyarakat untuk berhati-hati dan tetap tenang.

“Lakukan tindakan pencegahan seperti mencuci tangan, memastikan makanan dalam keadaan matang dan bersih, tidak bergantian alat makan, menghindari kontak dengan orang sakit serta tetap melaksanakan protokol kesehatan,” kata dr Nadia.

Jika anak-anak memiliki gejala kuning, sakit perut, muntah-muntah dan diare mendadak, buang air kecil berwarna teh tua, buang air besar berwarna pucat, kejang, dan mengalami penurunan kesadaran diimbau agar segera memeriksakan anak ke fasilitas layanan kesehatan terdekat.

Kasus Bertambah

Sejak secara resmi dipublikasikan sebagai KLB oleh WHO, jumlah laporan terus bertambah, tercatat lebih dari 170 kasus dilaporkan oleh lebih dari 12 negara.

WHO pertama kali menerima laporan pada 5 April 2022 dari Inggris Raya mengenai 10 kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis of Unknown aetiology ) pada anak-anak usia 11 bulan – 5 tahun pada periode Januari hingga Maret 2022 di Skotlandia Tengah.

Kisaran kasus terjadi pada anak usia 1 bulan sampai dengan 16 tahun. Tujuh belas anak di antaranya (10%) memerlukan transplantasi hati, dan 1 kasus dilaporkan meninggal.

Gejala klinis pada kasus yang teridentifikasi adalah hepatitis akut dengan peningkatan enzim hati, sindrom jaundice (Penyakit Kuning) akut, dan gejala gastrointestinal (nyeri abdomen, diare dan muntah-muntah). Sebagian besar kasus tidak ditemukan adanya gejala demam.

Penyebab dari penyakit tersebut masih belum diketahui. Pemeriksaan laboratorium di luar negeri telah dilakukan dan virus hepatitis tipe A, B, C, D dan E tidak ditemukan sebagai penyebab dari penyakit tersebut.

Adenovirus terdeteksi pada 74 kasus dil luar negeri yang setelah dilakukan tes molekuler, teridentifikasi sebagai F type 41. SARS-CoV-2 ditemukan pada 20 kasus, sedangkan 19 kasus terdeteksi adanya ko-infeksi SARS-CoV-2 dan adenovirus.

Surat Edaran

Kementerian Kesehatan melalui Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit mengeluarkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/C/2515/2022 Tentang Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis Of Unknown Aetiology) tertanggal 27 April 2022.

Surat Edaran tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan dukungan Pemerintah Daerah, fasilitas pelayanan kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, sumber daya manusia (SDM) kesehatan, dan para pemangku kepentingan terkait kewaspadaan dini penemuan kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya.

Kemenkes meminta Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Laboratorium Kesehatan Masyarakat dan Rumah Sakit untuk, antara lain memantau dan melaporkan kasus sindrom Penyakit Kuning akut di Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), dengan gejala yang ditandai dengan kulit dan sklera berwarna ikterik atau kuning dan urin berwarna gelap yang timbul secara mendadak.

Instansi-instansi kesehatan dan layanan kesehatan tersebut juga diminta memberikan Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat serta upaya pencegahannya melalui penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.

Kemenkes juga meminta pihak terkait untuk menginformasikan kepada masyarakat untuk segera mengunjungi Fasilitas Layanan Kesehatan (Fasyankes) terdekat apabila mengalami sindrom Penyakit Kuning, dan membangun dan memperkuat jejaring kerja surveilans dengan lintas program dan lintas sektor.

”Tentunya kami lakukan penguatan surveilans melalui lintas program dan lintas sektor, agar dapat segera dilakukan tindakan apabila ditemukan kasus sindrom jaundice akut maupun yang memiliki ciri-ciri seperti gejala hepatitis,” ucap dr Nadia.

Bagi Dinas Kesehatan, KKP, dan Rumah Sakit juga diminta segera memberikan notifikasi/laporan apabila terjadi peningkatan kasus sindrom jaundice akut maupun menemukan kasus sesuai definisi operasional kepada Dirjen P2P melalui Public Health Emergency Operation Centre (PHEOC) melalui Telp./ WhatsApp 0877-7759-1097 atau e-mail: poskoklb@yahoo.com. (***)

Continue Reading
Advertisement Berita Vaksin Penting

Kesehatan

Cegah Kanker Serviks: Kolaborasi Bio Farma dan IHC RS Pelabuhan Cirebon Kenalkan CerviScan

Published

on

Grand launching deteksi Ca Cervix dengan Metode PCR HPV-DNA (Sampel Urine) & Vaksin Ca Cervix di Hotel Prima, Kota Cirebon (02/11). (Dokumentasi : @www.biofarma.co.id)

Cirebon, goindonesia.co – Bio Farma bersama IHC RS Pelabuhan Cirebon berkolaborasi cegah kanker serviks dengan memperkenalkan kit diagnostik deteksi dini melalui pemeriksaan urine dengan metode PCR HPV-DNA di Hotel Prima, Kota Cirebon. Acara tersebut bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran bahaya kanker serviks dan pentingnya melakukan deteksi dini. 

Direktur Medis dan Hubungan Kelembagaan Bio Farma, Sri Harsi Teteki mengatakan bahwa kanker serviks sangat berbahaya bagi perempuan karena sering ditemukan pada stadium lanjut sehingga pengobatannya terlambat.

“Kanker serviks sangat berbahaya bagi perempuan, seperti kita ketahui kanker serviks menempati urutan kedua terbanyak setelah kanker payudara. Kanker serviks sering kali ditemukan pada stadium lanjut karena tidak adanya gejala pada stadium awal kanker serviks.” ujar Sri Harsi Teteki.

“Sebab itu, pentingnya bagi perempuan untuk melakukan deteksi dini, karena Kanker serviks dapat terdeteksi dengan kita rutin melakukan deteksi dini, lebih awal ditemukan akan memberikan harapan hidup lebih baik.” tambahnya.

Wakil Wali Kota Cirebon, Dra. Hj. Eti Herawati, M.A.P. mengungkapkan dirinya sangat berterima kasih karena diagnostik kit ini memenuhi kebutuhan perempuan dalam melakukan deteksi dini dengan nyaman.

“Atas nama Pemerintah Kota Cirebon, saya mengucapkan terima kasih atas kolaborasi yang terjadi, diagnostik kit ini merupakan jawaban atas kebutuhan perempuan untuk melakukan deteksi dini dengan nyaman.” ungkap Eti Herawati.

“Saya juga berharap dengan adanya kit diagnostik ini kedepannya dapat meningkatkan kesadaran tentang bahaya kanker serviks dan pentingnya melakukan deteksi dini bagi masyarakat khususnya Cirebon.” tambah Eti.

Masih tingginya kasus kanker serviks di Indonesia disebabkan karena rendahnya kesadaran perempuan untuk melakukan deteksi dini dikarenakan merasa takut dan malu.

Kanker serviks juga termasuk penyakit yang disebut sebagai “Silent killer” karena tidak adanya gejala pada stadium awal kanker serviks. Hampir semua kasus kanker serviks (lebih dari 95%) disebabkan oleh infeksi human papillomavirus (HPV) risiko tinggi.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Cirebon, Dr. Hj. Siti Maria Listiawaty, MM mengatakan dengan adanya kit diagnostik yang lebih nyaman dan efektif ini dapat memberikan kesadaran bagi masyarakat dalam mencegah kanker serviks.

“Dengan adanya metode yang lebih efektif dan nyaman ini, saya berharap masyarakat akan lebih sadar tentang bahayanya kanker serviks, masyarakat juga tidak perlu takut dan malu lagi untuk melakukan pemeriksaan karena metode yang digunakan adalah mengambil sampel urine.” ungkap Siti Maria.

Karena itu, Maria berharap dengan alat deteksi dini terhadap Human Papillomavirus (HPV) penyebab kanker serviks yang dihadirkan Bio Farma, tidak ada lagi kendala melakukan deteksi dini karena lebih praktis dan nyaman. (***)

*Bio Farma, @www.biofarma.co.id

Continue Reading

Kesehatan

Kemenkes Kolaborasi Dengan Kaukus DPR RI, Luncurkan KOBAR Lawan Dengue

Published

on

Wakil Menteri Kesehatan, Prof. Dante Saksono Harbuwono (Dokumentasi : @sehatnegeriku.kemkes.go.id)

Jakarta, goindonesia.co – Kementerian Kesehatan bersama Kaukus Kesehatan DPR RI deklarasikan kolaborasi bersama melawan penyakit demam berdarah (dengue) di Indonesia. Kolaborasi yang diberi nama KOBAR Lawan Dengue ini diluncurkan pada Jumat, 8 September 2023 di DPR RI, Jakarta.

Wakil Menteri Kesehatan, Prof. Dante Saksono Harbuwono mengatakan koalisi bersama lawan dengue merupakan gabungan dari seluruh stakeholder di tingkat pusat dan daerah. Dengan tujuan untuk mempercepat target bersama mencapai nol kematian akibat dengue di tahun 2030 (zero dengue death by 2030).

Percepatan dilakukan mengingat karakteristik penularan nyamuk dengue telah berubah. Jika dulunya nyamuk dengue lebih banyak ditemui saat musim hujan, maka kini apapun musimnya nyamuk dengue tetap bisa ditemukan. Perubahan inilah yang menyebabkan kasus dengue di Indonesia terus meningkat setiap tahun.

“Sepanjang tahun apapun musimnya dengue itu ada. Kita lihat angka-angkanya juga semakin meningkat. Angka kejadiannya sekitar 25.000/100.000 penduduk di tahun 2012 menjadi 52.000/100.000 penduduk di tahun 2022,” kata Wamenkes.

Wamenkes mengungkapkan kenaikan ini tidak hanya terjadi pada kasus dengue, tapi juga terjadi pada kasus kematian. Tercatat, di tahun 2018 case fatality rate sebesar 0,71% meningkat jadi 0,86% di tahun 2022.

Mengantisipasi terjadinya kenaikan kasus yang lebih tinggi, pemerintah telah menggalakkan gerakan Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J). G1R1J merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk mengendalikan penyakit vektor di lingkungan rumahnya sendiri.

“Melalui program ini, masyarakat diajak untuk meluangkan waktu 1 menit di jam 10 pagi selama 10 minggu berturut-turut. Jadi program ini pada prinsipnya dari masyarakat untuk masyarakat,” terang Wamenkes.

G1R1J, lanjut Wamenkes, akan diperkuat dengan inovasi pencegahan dan pengendalian dengue seperti vaksin dengue yang telah terbukti efektif dan efisien dalam mencegah DBD. Saat ini terdapat dua jenis vaksin dengue yang sudah mendapat izin penggunaan dari Badan POM dan telah beredar di masyarakat. Dua vaksin tersebut yakni vaksin Dengvaxia dan vaksin Qdenga.

Upaya antisipatif lainnya yang juga digalakkan oleh pemerintah adalah memberantas dengue dengan memandulkan nyamuk aedes aegypti menggunakan nyamuk Wolbachia.

Wamenkes menegaskan, upaya penanggulangan dengue tersebut tidak hanya mengandalkan kemampuan pemerintah saja, melainkan harus dilakukan bersama-sama dengan melibatkan semua pihak sesuai dengan kekuatan di bidangnya masing-masing.

“Belajar dari kasus COVID-19, maka ini tidak mungkin jadi program eksklusif Kemenkes saja, melainkan menjadi program inklusif dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat termasuk Kaukus Kesehatan DPR RI,” ujar Wamenkes.

“Terima kasih atas kolaborasi yang mesra antara pemerintah dan DPR RI. Mudah-mudahan target nol kematian akibat dengue di tahun 2030 tercapai. Saya berharap kolaisi ini bisa melakukan aksi nyata bukan hanya slogan semata,” lanjut Wamenkes.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Kaukus Kesehatan DPR RI sekaligus anggota Komisi IX DPR RI, Suir Syam, mengatakan merupakan salah satu program prioritas dalam RPJMN tahun 2020-2024.

Ia pun sepakat bahwa Penanggulangan dengue membutuhkan kolaborasi bersama dengan melibatkan lintas sektor guna mempercepat tercapainya target nol kematian akibat dengue di tahun 2023.

Menyadari hal tersebut, guna memastikan pencapaian tujuan tersebut, serta dibutuhkannya percepatan penanggulangan dengue sebagai ancaman kesehatan masyarakat di Indonesia, maka Kaukus Kesehatan DPR RI bersama dengan Kementerian Kesehatan sepakat meluncurkan Koalisi Bersama Lawan Dengue (KOBAR Lawan Dengue) untuk menggalang dukungan bersama dan mengukuhkan komitmen peserta dalam menanggulangi dengue di Indonesia.

“Kami memakai koalisi bersama ini dengan nama KOBAR Lawan Dengue adalah untuk menggalang dukungan dalam menanggulangi dengue di Indonesia. Kami percaya bahwa peluncuran KOBAR lawan dengue menjadi upaya startegis pemenuhan tanggung jawab Negara terhadap target global dalam membaca nol kematian akibat dengue di tahun 20230,” harap Suir Syam. (***)

*Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI

Continue Reading

Kesehatan

Cegah Diare Pada Anak Dengan Imunisasi Rotavirus (RV) Secara Gratis

Published

on

Imunisasi Rotavirus (RV) di Kab. Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan. (Dokumentasi : @sehatnegeriku.kemkes.go.id)

Pangkajene Kepulauan, goindonesia.co : Penyakit Diare masih menjadi masalah kesehatan yang besar di Indonesia dan dunia, saat ini Diare dapat dicegah dengan Imunisasi Rotavirus (RV) secara gratis di Puskesmas atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Indonesia.

Data Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2020 menunjukkan bahwa diare menjadi penyumbang kematian nomor dua setelah pneumonia (infeksi paru) pada bayi usia 29 hari – 11 bulan yaitu 9,8% dan pada kelompok balita usia 12 – 59 bulan sebesar 4,5% dari total kematian. Menurut sumber data Indonesia Rotavirus Surveillance Network 2001-2017, Rotavirus adalah penyebab utama diare berat pada balita, yaitu sekitar 41% sampai 58% dari total kasus diare pada balita yang dirawat inap, saat ini 1 dari 8 anak balita menderita diare.

Selain menyebabkan kesakitan dan kematian, diare juga akan menghambat tumbuh kembang seorang anak karena dapat menimbulkan stunting. Zat mikro yang dibutuhkan oleh tubuh anak untuk tumbuh hilang karena infeksi diare yang berulang dan nilai gizi pada tubuh anak pun akan berkurang. Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 juga menunjukkan prevalensi diare yang tinggi pada balita yaitu mencapai 9,8%.

“Melihat data di atas, saya sangat sedih. Anak-anak yang sedang masa lucu-lucunya, aktif-aktifnya, harus tersiksa, terkulai lemas, dan menderita akibat diare. Padahal, sesungguhnya diare dapat dicegah. Berdasarkan penelitian sebelumnya, 1 dari 2 anak diare disebabkan karena infeksi rotavirus yang berasal dari makanan, yang penanganannya dapat dicegah antara lain dengan Imunisasi Rotavirus secara gratis!” ungkap Wakil Menteri Kesehatan RI Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono pada Selasa (14/8) saat sambutan pada acara Pencanangan Nasional Imunisasi Rotavirus (RV) di Kab. Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan.

Imunisasi Rotavirus ini diberikan sebanyak tiga dosis mulai bayi usia 2 bulan dan maksimal usia 4 bulan dengan interval minimal empat minggu antar dosis. Pemberian imunisasi Rotavirus tepat waktu ditujukan untuk memberikan perlindungan sedini mungkin pada bayi dari diare yang disebabkan oleh Rotavirus.

“Imunisasi Rotavirus ini diberikan sebanyak tiga dosis, pada bulan kedua, bulan ketiga, dan pada bulan keempat saat anak-anak tersebut mulai berkembang, karena waktu-waktu itulah anak mulai makan makanan tambahan yang cenderung peluang diare lebih besar” katanya.

Keberhasilan program imunisasi sangat ditentukan oleh kolaborasi pemerintah, profesional kesehatan, organisasi masyarakat sipil, sektor swasta, dan mitra pembangunan kesehatan, sehingga dapat mendukung akselerasi transformasi kesehatan serta mencapai cakupan imunisasi yang tinggi agar dapat semakin memperkuat sistem kesehatan di Indonesia.

“ada 3 hal yang dapat dilakukan untuk mendukung program imunisasi ini, yaitu pertama menyebarkan informasi ini seluas-luasnya pada masyarakat, bahwa diare bisa dicegah dengan imunisasi. Kemudian yang kedua, melengkapi imunisasi bayinya agar menjadi contoh untuk keluarga lainnya. Lalu yang ketiga, memastikan bahwa anak yang sudah diimunisasi tetap dijaga kebersihan makanan dan cuci tangannya, ini penting sekali, semoga dengan 3 hal tersebut kita bisa mencegah diare sebesar-besarnya di Indonesia” tambahnya.

Pemberian imunisasi rotavirus di Indonesia dilaksanakan secara bertahap dimulai pada tahun 2022 di 21 kab/kota. Namun, untuk mempercepat penurunan kesakitan dan kematian akibat diare maka pada tahun ini pemberian imunisasi Rotavirus akan dilaksanakan secara nasional di seluruh Indonesia, baik didaratan maupun di kepulauan.

“introduksi Imunisasi Rotavirus memang sudah dilakukan sejak 2022, namun mulai hari ini kita lakukan pencanangan dan perluasan secara nasional, yang dilakukan di Kab. Pangkajene Kepulauan karena memang imunisasi disini sangat baik, sehingga dapat langsung dimanfaatkan oleh masyarakat” kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu.

Masyarakat pun menyambut Imunisasi Rotavirus (RV) dengan penuh sukacita, seperti yang diungkapkan oleh Tenri Uleng, salah satu ibu dari anak yang sudah mendapatkan Imunisasi Rotavirus (RV).

“senang sekali anak saya mendapatkan imunisai rotavirus ini untuk kekebalan tubuhnya agar tidak dapat diare, harapan saya semoga anak saya sehat dan kekebalan tubuhnya juga semakin bertambah dari diare, terus selalu aktif dan tidak sakit” ucap Tenri Uleng (***)

*Komunikasi dan Pelayanan Publik, Kementerian Kesehatan RI.

Continue Reading

Trending