Connect with us

Ruang Publik

Tugas Pers Bukanlah Menjilat Penguasa

Published

on

Illustrasi : Pers

Sudah berlangsung dua pekan hingga kemarin, sebagian media sudah berhasil mengidentifikasi kegaduhan politik terkait  isu penundaan Pemilu 2024. Ternyata  bersumber dari tokoh tokoh elit politik yang selama ini kita beri kepercayaan. Saya sependapat dengan banyak kawan untuk segera mengucilkan pelaku dari ruang demokrasi. Mereka seperti  ikan yang busuknya bersumber dari kepalanya sendiri. 

Oleh   :  Ilham Bintang

Jakarta, goindonesia.co– “Tugas Pers bukanlah untuk menjilat penguasa, tapi mengkritik orang yang sedang berkuasa.”

Itu ucapan terkenal tokoh pers pendiri Harian Kompas, PK Ojong (1920-1980). Ucapan itu   sering dikutip dalam tulisan wartawan di media, terutama pada momen peringatan Hari Pers Nasional.

Ilham Bintang

Bagaimana sebaiknya peran pers di tengah kegaduhan politik di Tanah Air dewasa ini?  Berbicara  peran pers Indonesia memang tidak bisa dilepaskan dari pandangan mendalam PK Ojong itu. Sejarah pers  Indonesia sendiri merupakan bagian integral dari perjuangan dan pembangunan bangsa.

Di negara yang demokrasinya maju, pers adalah pilar keempat  setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif.  Di Indonesia, sejarah pers kita dimulai  saat pembentukan   Kantor Berita “Antara” 13 Desember 1937. Masa itu berperan dalam rangka perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia, yang mencapai puncaknya dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Disusul dengan pembentukan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), wadah profesi wartawan pertama  di Indonesia.

PWI dibentuk di Surakarta, pada 9 Februari 1946. Jangan lupa. Di masa itu meskipun kemerdekaan telah diproklamasikan Soekarno-Hatta, namun Belanda baru mengakui  kedaulatan Indonesia lebih empat tahun kemudian, 1949. Pembentukan PWI jelas sebuah keberanian para wartawan Indonesia untuk bersatu mengawal dan melindungi kemerdekaan RI. Seiring  dengan perlawanan rakyat Indonesia terhadap kolonialisme Belanda.

Peran pers kemudian memang pernah terkooptasi di masa Orde Lama, juga di masa Orde Baru.  Saat PWI sebagai institusi wartawan Indonesia terkooptasi, di masa Orba itu, sebagian wartawan melakukan perlawanan dengan membentuk Asosiasi Jurnalis Indonesia ( AJI) menjelang runtuhnya rezim Orde Baru. Setelah Reformasi Mei  1998 Pers kembali menemukan  jati dirinya. Yang sesuai  diamanatkan konstitusi pasal 28  E, F UUD 1945. Sebagai payung  pelaksanaan operasionalnya dibentuk UU Pers No 40/1999, salah satu produk reformasi bangsa di tahun itu.  UU ini menutup akses pemerintah untuk campur  tangan apalagi mengkooptasi kemerdekaan pers.

Pasal 6 UU no 40/99 menegaskan peran pers menegakkan nilai-nilai demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, HAM serta menghormati kebhihekaan (ayat b). Peran lainnya, melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum (d) dan memperjuangkan keadilan dan kebenaran (e)

Redup

Tidak kita mungkiri satu dasawarsa terakhir  pers Nasional kembali  mengalami ancaman malfungsi, justru ketika telah bertumbuh menjadi industri. Penyebabnya, kita semua tahu. Masalahnya diperburuk oleh keterbelahan rakyat.  Berbarengan pula dengan disrupsi tekhnologi informasi yang mereduksi peran itu. 

Mengkritisi pemerintah akan dibully sebagian masyarakat dan dijuluki “Kampret” di media sosial. Dianggap otaknya terbalik mengikuti cara tidur kalong di dahan pohon. Sebaliknya, jika terkesan berlebihan mengapresiasi kinerja pemerintah, akan mendapat julukan “Cebong”, atau serupa anak katak yang dunianya cuma sekolam, sesuai habitat spesies hewan air itu. Kedua julukan itu hanya melumpuhkan pers kita. Kita akhirnya mengenal istilah “tv merah” dan “tv biru”. Untuk mengetahui duduk suatu perkara publik harus menonton dua-duanya.

Berhenti jadi wartawan

Tiga tahun lalu saya pernah menulis ironi seorang wartawan senior. Kebetulan sahabat saya sejak menjadi reporter di lapangan. Dia pensiunan dari media ternama di Indonesia. Lantaran punya reputasi baik, ia masih ditawari kontrak di grup media bekas tempatnya bekerja, menjadi wartawan di media digital. Tetapi kawan itu sudah mutung.

“Sekarang sulit menemukan dan mengutarakan kebenaran di media pers,” katanya lirih. Kebenaran yang menggunakan parameter sehebat apa pun, dan telah menempuh prosedur pengujian yang sahih dan rigid sekali pun, tetap akan menimbulkan kotroversi.

Jika merugikan relawan “Cebong”, sudah pasti ditolak. Begitu juga jika sebaliknya. Kalau fakta itu tidak mengungtungkan relawan “Kampret”, juga menghadapi resistensi sebagian publik.

“Kita harus tetap melanjutkan tradisi pers yang taat konstitusi dan kode etik meski tantangan amat besar,”kata mantan Ketua Umum PWI, Margiono, suatu hari dalam sebuah diskusi. Tidak lama setelah dia terpilih menjadi Ketua Umum PWI Pusat priode kedua (2013-2018). Dalam diskusi itu saya memaparkan data jumlah masyarakat yang terhubung internet. Waktu itu sekitar 150 juta. Data terbaru 200 juta. Masyarakat  kini selektif membaca berita hanya yang disukai meski belum tentu  dibutuhkan. Mereka  menyukai berita sensasional, yang lebih banyak tidak mematuhi kode etik jurnalistik.

Sebagian lagi dari mereka mengambil alih pekerjaan wartawan dengan  membuat berita sendiri  dan menyebarkannya di media sosial.  Jelas, tidak  semua memenuhi standard berita sesuai kaidah jurnalisme. Berita seperti itu pasti merugikan publik. Margiono, yang juga anggota Dewan Pers, memandang fenomena tersebut justru sebagai momen bagi wartawan mengembalikan marwah pers. Wartawan harus semakin meningkatkan fungsi control, termasuk melindungi publik dari pengaruh buruk media sosial dengan menaati  aturan dan kode etik.

“Itu faktor pembeda dan  menjadi selling point-nya,” kata pemilik grup media “Rakyat Merdeka” itu.  Margiono wafat 1 Februari lalu. Niscaya almarhum akan tersenyum di alam sana kalau saja menyaksikan kekompakan  pers saat ini menghadapi ulah sebagian elit politik yang merongrong konstitusi negara demi melanggengkan kekuasaan. Memaksakan kehendak untuk menunda Pemilu 2024 atau memperpanjang masa jabatan Presiden RI dengan berbagai alasan yang mengada ada.

Dua pekan ini saya mengikuti isi pemberitaan hampir semua media menyoal itu. Clarity moral, atau kejernihan moral pers sebagai pilar keempat  demokrasi  mendominasi pemberitaan media hari-hari ini. Clarity moral bisa juga diterjemahkan dalam bahasa Jawa  : “Ngono yo ngono ning ojo ngono”. Dalam ungkapan orang Makassar : “Manna pelleng puna tallewaki” (Biarpun film tak bisa dibiarkan kalau kelewatan.) Sebebas-bebas Pers Amerika, jika menghadapi ancaman terhadap konstitusi mereka juga akan bangkit dan bersatu melawannya.

Saya sempat menyinggung nilai “clarity moral” itu dalam diskusi Forum Pemred (forum pemimpin redaksi Indonesia) Rabu (2/3) malam. Alhamdulillah. Sudah berlangsung dua pekan hingga kemarin, sebagian media sudah berhasil mengidentifikasi kegaduhan politik terkait  isu penundaan Pemilu 2024. Ternyata  bersumber dari tokoh tokoh elit politik yang selama ini kita beri kepercayaan. Saya sependapat dengan banyak kawan untuk segera mengucilkan pelaku dari ruang demokrasi. Mereka seperti  ikan yang busuknya bersumber dari kepalanya sendiri. 

“Pers itu berada di garis lurus. Pemerintah yang bengkok akan berbenturan dengan pers,”kata  tokoh pers legendaris Indonesia, almarhum BM Diah, pendiri koran nasional, Harian Merdeka. (***)

Continue Reading
Advertisement Berita Vaksin Penting

Ruang Publik

PRATIWI NOVIYANTHI: Youtuber Sukses yang Siap Berjuang Membela Orang Tidak Mampu Mendapatkan Keadilan

Published

on

Youtuber sukses Pratiwi Noviyanthi masih terus ingin berjuang memanusiakan manusia (Foto : Gungde Ariwangsa, @www.suarakarya.id)

Jakarta, goindonesia.co : Profesi pramugari yang menjadi idaman banyak wanita ditinggalkan Pratiwi Noviyanthi. Padahal posisinya sudal settle dengan jam terbang yang panjang mengarungi angkasa keliling Indonesia dan menembus mancanegara. Tetapi panggilan hati yang ditanamkan orangtuanya untuk selalu berbagi dan berbuat baik pada orang lain membuat Pratiwi banting stir menjadi youtuber kemanusiaan yang peduli pada masalah sosial dan keadilan hukum.

Dari angkasa yang penuh keindahan dan keteraturan Pratiwi membumi memasuki kehidupan penuh tantangan, hadangan dan bahkan tidak jarang kekerasan. Namun Pratiwi tidak menyesal meninggalkan dunia yang sudah digelutinya selama delapan tahun dan memberikan penghasilan di atas rata-rata. Keinginan untuk mendapatkan hal yang baru dan juga membantu orang lain lebih kuat untuk mengambil keputusan resign sebagai pramugari.

“Oh tidak ada masalah dengan pekerjaan saya. Waktu itu lagi Covid-19 penerbangan jarang. Saya ambil cuti selama tiga bulan dan coba main youtube. Setelah itu saya mundur karena sudah pilih untuk menjadi youtuber. Saya mundur 20 Desember 2020,” kata Novi panggilan akrab Pratiwi saat ditemui di sebuah rumah yang asri di kawasan Patra Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (3/11/2023).

Manajer di perusahaannya sempat kaget ketika Novi menyatakan resign. Dia ditanya apakah yakin dan tidak sayang mundur dari pekerjaan yang sudah dijalani cukup panjang. “Saya jawab yakin,” tutur gadis yang masih single meskipun sudah ada pacarnya itu.

Ketika mundur,  Novi menekuni youtube mulai dari liputan pada sebuah yayasan ODGJ di Tasikmalaya Jawa Barat. Konten pertamanya ini  sudah langsung mendapat perhatian masyarakat. Saat itu dia bertemu presenter yang juga selegram top Irfan Hakim. “Aa (Irfan) membantu saya. Terutama dalam memviralkan youtube saya,” ujar Novi.

Pengalaman itu membuat Novi makin serius menangani youtube. Dia pun mulai membentuk tim dengan melengkapi peralatannya. Kalau dulu dimulai dengan hanya dua orang maka kini Novi sudah mempunyai 21 karyawan.

Melalui yayasan yang didirikannya, gadis kelahiran Jakarta, 15 November 1994 itu, aktif bergerak menolong mulai dari Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ), anak-anak korban kekerasan seksual maupun masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).  Bukan hanya di Ibukota, daerah kelahirannya, Pratiwi juga tidak jarang  berkeliling daerah pelosok untuk mengangkat masalah kemanusiaan dan ketidakadilan yang menerpa rakyat kecil dan kurang mampu. Dari petualangannya itu dia kemudian membagikan apa yang dilihat, didengar dan dibantunya itu  melalui kanal Youtube-nya dan media sosial lainnya seperti instagram dan fans page.

Selama hampir tiga tahun mengarungi dunia youtube, Novi bersama timnya cukup produktif. Sudah 2000 konten diluncurkan. Hampir semuanya viral sehingga untuk channel youtube @PratiwiNoviyanthi yang  ditujukan untuk bagaimana kita memanusiakan manusia sudah mendapatkan 4,43 juta subscriber .

Selain aktivias membuat konten, Novi juga memberikan perhatian khusus dengan merawat beberapa ODGJ dan anak terlantar. Ada 6 ODGJ dan 15 anak terlantar kini diasuh di rumah singgahnya di kawasan Jakarta Barat.

Kuliah Hukum

Novi ringan tangan membantu, menolong, merawat dan membela orang lain terutama masyarakat kecil tidak mampu karena sejak kecil sudah dididik orantuanya untuk berbagi dan membantu orang lain. Orangtuanya sering memberi contoh ada pedagang kecil yang perlu dibantu.

“Setelah tamat sekolah dan bekerja menjadi pramugari maka saya sudah biasa menyisihkan sebagian pendapatannya untuk membantu yang membutuhkan. Itu kewajiban. Membantu orang itu bukan karena sesuatu namun karena kewajiban,” kata Novi.

Meskipun sudah menjadi youtuber penghasil konten viral, Novi tidak suka pamer. Penampilannya sederhana cendrung praktis namun tetap tampak serasi dengan wajahnya yang jauh dari polesan kosmetik.  

“Saya memang tidak suka pamer. Saya lebih suka memakai sesuatu sesuai dengan manfaatnya. Kalau bermanfaat saya beli kalau tidak ya lebih baik disimpan atau dibagikan kepada orang yang membutuhkan,” ucap anak bungsu dari dua bersaudara itu.

Kini setelah jauh membumi, setelah jauh melangkah dan berbuat ternyata Novi belum mau berhenti. Dia masih ingin terus berbuat dan melakukan sesuatu yang baik untuk orang lain. Bahkan dia memiliki obsesi menjadi pengacara yang berjuang bagi orang-orang tidak untuk mendapatkan keadilan.

“Saya ingin jadi pengacara. Membela orang yang membutuihkan tanpa dipungut biaya. Saya ingin fight untuk orang2 kecil di luar sana karena banyak banget keadilan-keadilan tidak ditegakkan,” tegas Novi dengan wajah serius.

Obsesi yang lahir dari pengalaman, petualangan Novi bersentuhan dengan orang-orang dari berbagai kalangan dari Ibukota hingga daerah-daearah pelosok.  Dalam berbagai aktivitasnya itu Novis menemukan kenyataan banyak banget orang di bawah garis kemiskinan yang mendapat masalah hukum takut untuk melapor karena unsurnya mereka sudah memikikan uang.

“Saya ingin merubah itu semua dan saya ingin berjuang untuk orang-orang tidak mampu untuk mendapatkan keadilan,” ucap Novi.

Keinginan dan obesinya itulah yang membuat Novi kini kuliah di Fakultas Hukum Universitas Jayabaya, Jakarta.  Langkah lanjutan Novi untuk memanusiakan manusia terutama orang-orang kecil tak mampu dalam mencari dan menemukan keadilan. Suatu yang masih langka di negeri ini …… ***

Data Pribadi

Nama                         : Pratiwi Noviyanthi

Nama panggilan          : Novi

Tempat lahir                : Jakarta

Tanggal lahir               : 15 November 1994

Agama                      : Islam

Profesi                        : Youtuber, relawan ODGJ

Akun instagram          : @pratiwinoviyanthi_real

Akun youtube             : Pratiwi Noviyanthi. (***)

*@www.suarakarya.id

Continue Reading

Ruang Publik

Fatkhul Ilma, Petani Inovatif Dari Bojonegoro

Published

on

Smart farming yang dikembangkan oleh Fatkul Ilma, petani sekaligus pendiri Gubuk Edukasi Djoyo Tani (Foto : Kominfo Bojonegoro)

Bojonegoro, goindonesia.co – Fatkul Ilma, petani sekaligus pendiri Gubuk Edukasi Djoyo Tani dikenal sebagai sosok inovatif yang mengaplikasikan smart farming dan membuat greenhouse untuk menanam melon.

Berlokasi di Dusun Pesantren, Desa Bendo, Kecamatan Kapas, greenhouse milik Ilma, menjadi satu-satunya greenhouse di sana. Berkat keuletannya, Ilma kini mampu mengajak warga sekitar untuk bergotong-royong membangun greenhouse. 

“Proses tanam lebih mudah karena sudah tidak memakai tanah, melainkan serabut kelapa. Sementara teknologi yang digunakan melalui teknologi smart farming. Artinya, semua sistem otomatis sehingga bisa dikendalikan jarak jauh. Cara kerja smart farming melalui sistem irigasi tetes dan spray embun. Petani milenial itu keren, harus punya terobosan baru, sehingga para petani muda milenial tidak kalah bersaing,” jelasnya, hari ini Selasa (10/10/2023).

“Untuk jenis melonnya ada dua. Pertama, sweetnet dari Thailand dan jenis glamour sakata dari Jepang. Pada 17 hingga 25 Juli 2023 lalu, saya melakukan open house perdana bertajuk “Petik Melon Premium Langsung dari Kebun. Saya berharap para petani khususnya petani muda, tidak malu untuk menjadi petani. Karena petani sekarang itu tidak harus kotor dan harus di sawah. Petani bisa berdasi dan berseragam seperti pejabat kantoran,” tambahnya.

Ilma juga menyampaikan agar pemerintah terus mendukung petani muda khususnya, baik itu dukungan secara pendampingan di lapangan maupun dukungan secara finansial. Ilma mengaku, petani milenial Bojonegoro itu banyak dan keren-keren. Pemerintah tinggal memoles dan mengkonsep ke depannya dan di arahkan kemana, karena tanpa adanya petani, ketahanan pangan akan terancam,” pungkasnya. (***)

*@kominfo.jatimprov.go.id

Continue Reading

Ruang Publik

Rakyat Indonesia Nobatkan Anwar ‘Sukarno Besar’ di Pentas UNGA

Published

on

Perdana Menteri Datuk Seri Anwar Ibrahim. – Foto BERNAMA.

Penulis : Andi Suwirta

Jakarta, goindonesia.co – Penulis amat tertarik dengan kolum Belalang Jalan Riong bertajuk ‘Jangan dibandingkan keterampilan Anwar dengan PM lain di UNGA’ seperti disiarkan di BH Ahad lalu.

Tulisan itu merujuk kepada penampilan sulung Perdana Menteri, Datuk Seri Anwar Ibrahim ketika berucap pada Perhimpunan Agung Pertubuhan Bangsa-Bangsa Bersatu (UNGA) ke-78 di New York, Amerika Syarikat (AS), Jumaat lalu.

Tema Perbahasan Umum UNGA pada tahun ini ialah ‘Membina kembali kepercayaan dan menyemarakkan semula perpaduan global: Mempercepat tindakan Agenda 2030 dan Matlamat Pembangunan Mampannya ke arah keamanan, kemakmuran, kemajuan dan kemampanan untuk semua.

Dalam konteks ini, usaha membandingkan Anwar penting tidak setakat dengan masa lalu dalam negara, tetapi perlu dilihat juga dalam konsep ruang atau wilayah persekitaran, iaitu kepemimpinan daripada negara jiran, khasnya dengan Indonesia.

Seperti sedia maklum, dalam perspektif sejarah, Presiden Indonesia, Sukarno diiktiraf dan diakui sebagai pemidato hebat yang bukan sahaja setakat dalam bahasa Indonesia, bahkan berupaya berpidato dalam bahasa Inggeris dan bahasa Belanda.

Kita boleh lihat pada 30 September 1960 contohnya, Sukarno berpidato di UNGA dengan tajuk To Build the World a New. Kandungan dan cadangan ucapan Presiden Indonesia itu menggesa PBB dirombak, memandangkan dunia berubah susulan banyak negara baharu lahir selepas masing-masing merdeka daripada kuasa kolonial pada dekad 1950-an dan 1960-an.

Bagaimanapun, cadangan Sukarno ditolak PBB terutama negara Barat yang sebelum itu memenangi Perang Dunia 2 berlangsung antara 1939 hingga 1945. Ia menjadi punca negara itu mengumumkan untuk keluar daripada badan dunia berkenaan pada Januari 1965.

Keputusan itu turut ada kaitan dengan suasana politik serantau, iaitu Indonesia berkonfrontasi dengan Malaysia antara 1963 hingga 1966.

Apapun, selepas saya meneliti ucapan Anwar ketika menyampaikan Kenyataan Negara, tidak dinafikan pidato Perdana Menteri Malaysia lebih hebat daripada Sukarno. Anwar fasih pula berucap dalam bahasa Melayu, apatah lagi dalam bahasa Inggeris.

Kandungan dan cadangan ucapan Anwar memang tidak sampai mahukan PBB dirombak seperti diungkapkan Sukarno, tetapi beliau membangkitkan isu global penting yang perlu ditangani masyarakat dunia.

Isu Islamofobia semakin kritikal, masalah Palestin tidak berkesudahan, konsep keadilan sejagat dan pelaksanaannya dalam konteks Kerajaan Perpaduan dan agenda Malaysia MADANI digagaskannya yang antara lain memberikan keutamaan kepada ketelusan dan antirasuah di Malaysia bukan sahaja kekal kritikal, bahkan sangat relevan sehingga sekarang.

Konsisten dengan misi, visi perjuangan

Memang diakui wacana diucapkan Anwar sebenarnya konsisten dengan misi dan visi perjuangannya sejak beliau masih bergelar mahasiswa dan belia lagi sehingga sekarang. Kita perlu menegaskan Anwar adalah tokoh mahukan Islam bersifat inklusif dan ‘rahmatan lil alamin’, sekali gus tidak setakat selari dengan keperluan zaman moden, bahkan juga akur dengan kehidupan demokrasi pada sesebuah negara bangsa.

Harus ditekankan juga perbezaannya adalah kerajaan Sukarno dahulu mengamalkan demokrasi terpimpin, satu sistem kerajaan dan bernegara yang hakikatnya tidak ada demokrasi kerana semua dipimpin dan dikawal Presiden, sebaliknya Anwar merealisasikan demokrasi berpaksikan masyarakat MADANI, manakala pembangkang diberikan ruang kebebasan bersuara, walau dengan suara melenting dan maki hamun sekalipun.

Suatu masa dahulu pada dekad 1990-an, bekas Perdana Menteri, Tun Dr Mahathir Mohamad dilabel ramai dalam kalangan orang Indonesia laksana ‘Sukarno Kecil’, susulan kelantangannya dalam menghentam hegemoni kuasa Barat sebagai bentuk neokolonialisme dan imperialisme.

Maka sekarang pada 2023, ramai orang Indonesia menyatakan Anwar adalah ‘Sukarno Besar’. Ertinya, Anwar lebih hebat daripada Sukarno, Presiden pertama memimpin Indonesia antara 1945 hingga 1968.

Sebaik menonton video ucapan Anwar di saluran YouTube, selama kunjungan beliau yang turut popular dengan panggil ‘PMX’, saya hantar pesan kepada kumpulan WhatsApp yang disertai ramai pensyarah daripada Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam dan Filipina dan menegaskan inilah figura pemimpin Asia Tenggara, bahkan pemimpin dunia Muslim yang hebat.

Masakan tidak, mana ada Perdana Menteri Malaysia sebelumnya, yang apabila berpidato begitu fasih memetik ayat suci al-Quran. Pemimpin Indonesia sahaja, yang majoriti penduduknya adalah Muslim dan teramai di dunia, dari dahulu hingga sekarang, setakat boleh mendahulukan ucapan ‘Assalamualaikum’ apabila berpidato.

Tambahan pula, Anwar ialah PM Malaysia yang boleh menyampaikan khutbah dalam sembahyang Jumaat di hadapan masyarakat Muslim New York. Apabila dibandingkan, sama ada dengan PM Malaysia sebelumnya mahupun dengan pemimpin Muslim dari negara lain, jelas Anwar adalah figura pemimpin yang langka dan jarang ditemui dalam masyarakat Muslim di dunia.

Natijahnya, rakyat Malaysia, termasuk Indonesia dan rantau Asia Tenggara, kena bangga dan ikut teruja dengan kepemimpinan Anwar sebagai PMX Malaysia. Malah, kena yakin pula bahawa Malaysia sekarang sudah menjadi ‘Abang Besar atau paling tidak ‘sebaya, jadi bukan lagi ‘adik kecil’ kepada Indonesia. (***)

*Penulis : Andi Suwirta, : @www.bharian.com.my

Continue Reading

Trending