Connect with us

Berita

Rencana Peralihan Kompor LPG 3 Kg ke Kompor Listrik Dibatalkan

Published

on

Banner Infografis Rencana Migrasi Kompor Gas LPG 3 Kg ke Kompor Listrik Induksi. (Liputan6.com/Trieyasni)

Jakarta, goindonesia.co – Polemik peralihan kompor LPG 3 kg ke kompor listrik berakhir. Hal ini setelah rencana konversi secara masif tersebut resmi dinyatakan batal.

Kepastian pembatalan program pengalihan kompor LPG 3 kg ke kompor listrik ini disampaikan Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo. Pembatalan dikatakan demi menjaga kenyamanan masyarakat dalam pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19.

“PLN memutuskan program pengalihan ke kompor listrik dibatalkan. PLN hadir untuk memberikan kenyamanan di tengah masyarakat melalui penyediaan listrik yang andal,” ujar Darmawan dalam keterangannya, Senin (27/9/2022).

Sebelumnya, PLN melakukan uji coba program kompor listrk ini kepada 1.000 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Solo dan 1.000 KPM di Denpasar. Rencananya, masyarakat penerima program peralihan kompor listrik adalah pelanggan dengan daya 450 VA dan 900 VA.

Darmawan kala itu mengatakan jika PLN memastikan dukungan terhadap arahan Presiden terkait peralihan LPG 3 kg ke kompor listrik. Ini sesuai disampaikan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif pada Kamis 23 September 2022.

PLN dikatakan selalu berupaya menjalankan arahan pemerintah mempercepat transisi energi bersih di tanah air, mendukung upaya subsidi tepat sasaran, sekaligus mengurangi ketergantungan Indonesia dari energi impor dan menggantinya dengan energi domestik yang lebih murah.

Awalnya, PLN menyediakan jalur kabel listrik khusus untuk memasak dengan daya yang cukup untuk kompor listrik ini. Jalur kabel ini terpisah dari intalasi listrik yang sudah ada dan tarif yang dikenakan juga tidak mengalami perubahan.

“Meskipun disediakan jalur kabel khusus memasak oleh PLN, daya listrik KPM tidak mengalami perubahan. Yang 450 VA tetap 450 VA, yang 900 VA juga tetap 900 VA. Kami juga memastikan, tidak ada pengalihan daya 450 VA ke 900 VA sebagaimana yang sempat beredar di masyarakat,” ujar Darmawan.

Bahkan sejatinya, dilaporkan jika secara keseluruhan program ini menunjukkan progres yang positif. Konsumsi kWh dari penggunaan kompor listrik semakin besar dan KPM mulai merasakan biaya memasak menggunakan kompor listrik lebih murah dari pada LPG 3 kg.

“PLN akan melaporkan data pemantauan dan evaluasi program uji coba kompor listrik di dua kota tersebut secara periodik untuk menjadi pertimbangan pemerintah dalam mengambil kebijakan selanjutnya,” ungkapnya.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pun ikut buka suara soal ini. Dia menyebut kalau PLN tak ingin terburu-buru dalam implementasi program kompor litrik.

“Saya kira, nah saya belum update sepenuhnya mengenai itu mungkin ada sesuatu yang sitemukan jadi mereka tunda dulu, jadi mereka tidak ingin buru-buru yang nanti kemudian bermasalah,” ungkapnya di Sarinah.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebut program kompor listrik belum akan diterapkan pada tahun ini. Sebab, itu masih tahap uji coba, dan juga ada kendala terkait anggaran di baliknya.

“Dapat dipastikan bahwa program ini tidak akan diberlakukan di tahun 2022. Sampai saat ini, pembahasan anggaran dengan DPR terkait dengan program tersebut belum dibicarakan, dan tentunya belum disetujui,” ungkap Airlangga.

Infografis Rencana Peralihan Kompor LPG 3 Kg ke Kompor Listrik Dibatalkan. (Liputan6.com/Trieyasni)

Belum Direstui DPR

(c) Shutterstock

Jika ditelusuri lebih jauh, program pengalihan kompor LPG 3 kg ke kompor listrik memang belum sepenuhnya mendapatkan dukungan, khususnya dari DPR RI. 

Sejauh ini, DPR melalui Komisi VII belum sepakat dengan rencana konversi tersebut. Salah satunya dilontarkan Anggota Komisi VII DPR RI, Mulan Jameela yang menilai kompor listrik tak cocok digunakan untuk memasak masakan lokal Indonesia.

Senada, Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto juga menyatakan pemakaian kompor listrik untuk rumah tangga di Indonesia saat ini belum efisien. Pasalnya, program elektrifikasi sekarang masih berbasis desa, bukan per satuan keluarga.

Sugeng pun mempertanyakan ketahanan listrik yang kini dikelola PLN. Bila sistem kelistrikan saja masih terkendala oleh urusan mati lampu, ia menyebut kondisi itu bisa membuat kompor listrik jadi lebih gampang rusak.

“Lantas pastikan dulu listrik itu tidak byar pet. Artinya kehandalan listrik dari sisi pasokan maupun dari transmisi harus betul-betul handal. Apalagi nanti lantas memakai kompor listrik, kalau byar pet kan pasti mudah sekali rusak,” tuturnya kepada Liputan6.com.

Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti meminta pemerintah melakukan pemetaan konsumen kompor gas LPG dan kompor listrik menyusul pembatalan program konversi kompor gas LPG ke kompor listrik induksi.

Pemetaan konsumen itu jadi langkah penting karena dari kompor gas dan kompor listrik punya target konsumen yang berbeda.

Masyarakat menengah keatas menurutnya jadi target yang perlu didorong untuk menggunakan kompor listrik induksi.

Jika pemetaan dilakukan, maka rencana pemerintah untuk mengurangi beban terhadap subsidi gas LPG juga akan tercapai.

“Betul karena masing-masing punya segmentasi marketnya, yang kalangan menengah keatas perlu di encourage menggunakan kompor listrik untuk membantu menekan subsidi tersebut,” kata dia kepada Liputan6.com.

Dia mengakui kalau langkah penyetopan program konversi kompor listrik itu jadi langkah yang tepat. Kembali lagi alasannya soal segmentasi konsumen yang berbeda.

“Di satu sisi kompor listrik di harapkan mampu mendorong gaya hidup ramah lingkungan dan mengatasi permasalahan oversupply listrik negara. Namun di sisi lain dengan kebutuhan daya listrik sebesar kurang lebih 1.200 watt, kompor listrik menjadi komoditas yang cukup berat untuk di maintain oleh masyarakat di kalangan menengah kebawah,” terangnya.

Data yang dimilikinya menunjukkan masih ada wilayah yang belum bisa mendapatkan akses listrik. Belum lagi ditambah dengan peralatan memasak perlu disesuaikan kembali jika menggunakan kompor listrik.

“Kompor listrik merupakan inovasi yang baik untuk masyarakat kalangan menengah ke atas, di mana akses listrik terjamin, infrastruktur juga sudah compatible dan affordable secara keseluruhan,” paparnya.

Dugaannya, kemudahan akses LPG pun jadi salah satu alasan masyarakat enggan berpindah ke kompor listrik. Utamanya kalangan masyarakat menengah kebawah yang menggunakan LPG subsidi 3 kilogram.

“Selain di subsidi, barangnya juga assessible. Oleh karena itu kedua komoditas yakni kompor listrik dan gas LPG pada dasarnya mempunyai segmentasi market yang berbeda,” kata dia.

Maka langkah ke depan menurut saya butuh di lakukannya pemetaan secara merata untuk mengetahui kelompok mana yang lebih layak untuk menggunakan kompor listrik dan begitupun juga untuk gas LPG,” pungkasnya.

Infografis Alasan Pembatalan Program Konversi Kompor Gas ke Kompor Listrik. (Liputan6.com/Trieyasni)

Tak Sesuai Kebutuhan

PT PLN (Persero) membatalkan program pengalihan kompor LPG 3 kg ke kompor listrik (Foto : Ist.).

Masyarakat dan para pekerja pun menyambut sukacita pembatalan konversi kompor LPG 3 kg ke kompor listrik. Mayoritas menilai, penggunaan kompor listrik memang masih belum sesuai dengan kebutuhan saat ini.

Salah satunya dilontarkan Hendri, seorang pegawai sekaligus koki di Athens Cafe, Jakarta. Pemakaian kompor listrik bakal mendesak dia untuk beradaptasi, yang nantinya bisa berpengaruh pada cita rasa masakan.

“Enggak (setuju), enggak praktis kayaknya,” ujar dia kepada Liputan6.com.

Senada, Bobi yang seorang petugas warnet gaming TNC di kawasan Kemanggisan, Jakarta Barat yang juga menjual masakan cepat saji laiknya mie instan. Ia menilai, kompor listrik yang menghantarkan panas lebih lama bakal merepotkannya dalam melayani pembeli.

“Kalau menurut gua sih masih enakan kompor gas ya. Lebih kebiasa,” ungkapnya kepada Liputan6.com.

Meskipun tempat kerjanya menampung daya listrik besar, namun penggunaan kompor listrik pada akhirnya akan makin membebani ongkos. “Soalnya kalau dipakai terus listriknya gede kan,” imbuhnya.

Pernyataan kritis juga disampaikan Nusy, seorang ibu rumah tangga asal Kota Bogor. Menurut dia, kompor listrik belum bisa memfasilitasi kebutuhan memasak para ibu rumah tangga di Indonesia.

“Orang Indonesia belum pantes pake kompor listrik, karena cara masak masih lama kaya ngerebus, masak sayur, dan lain-lain. Beda sama luar negeri, masak praktis,” bebernya.

Tak Cocok untuk Warga Miskin

Direktur Center Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyatakan, program konversi kompor listrik sebenarnya memang tidak cocok diterapkan pada kelompok masyarakat miskin dengan daya listrik 450 sampai 900 volt ampere (VA). Alasannya, penggunaan kompor induksi membutuhkan listrik dengan daya besar.

“Kompor listrik kurang pas untuk daya 450 va dan 900 VA, karena butuh daya listrik yang besar,” kata Bhima kepada Merdeka.com.

Sehingga, pelanggan kelompok ekonomi bawah tersebut harus menambah daya di atas 900 VA agar bisa lebih optimal menggunakan kompor listrik.

Ironisnya, hal tersebut justru akan membebani biaya tagihan masyarakat kelompok miskin yang ujung-ujungnya akan lebih mahal dibandingkan penggunaan kompor gas LPG 3 kg.

“Kalau orang miskin disuruh memilih kompor listrik dengan naik daya, atau beli LPG 3 kg jelas lebih murah menggunakan LPG 3 kg,” ucapnya.

Pun, tidak semua alat memasak cocok digunakan untuk kompor listrik. Oleh karena itu, masyarakat harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli peralatan memasak baru.

“Alat masak kompor listrik khusus, mahal dan memberatkan orang miskin,” tutupnya.

Infografis Ragam Tanggapan Pembatalan Program Konversi Kompor Gas ke Kompor Listrik. (Liputan6.com/Trieyasni)

Keputusan Bijak

Kompor listrik induksi – Image by Yvonne Huijbens from Pixabay

Meski disambut baik masyarakat, namun batalnya program konversi kompol LPG 3 kg ke kompor listrik disayangkan oleh Pengamat Energi sekaligus Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan. Menurutnya, konversi ke kompor listrik ini sebenarnya mempunyai tujuan yang baik, salah satunya untuk menekan impor LPG.

“Saya pada prinsipnya sangat menyayangkan pembatalan ini. Karena ini merupakan salah satu upaya untuk mengurangi ketergantungan akan LPG karena saat ini kita impor LPG sampai 80 persen,” kata Mamit kepada Liputan6.com.

Apalagi, lanjut Mamit, berdasarkan perhitungan dari PLN penggunaan kompor induksi masih lebih murah jika dibandingkan dengan LPG 3 kg.

PLN sebelumnya menyebut jika konversi LPG ke kompor listrik ini bisa menghemat energi sekitar Rp 8.000 per kilogram elpiji. Dengan adanya penghematan ini, bisa mengubah energi impor dengan energi domestik kemudian juga energi yang mahal menjadi lebih murah.

Menurut Mamit, seharusnya upaya pemerintah untuk memperbanyak subtitusi LPG selain dengan Dimethyl Ether atau DME dan Jaringan Gas (Jargas).

“Tapi saya kira ini keputusan yang bijak dari PLN, karena mendengarkan masukan dari masyarakat dan stakeholder yang lain sehingga bisa mengambil keputusan dibatalkan karena tidak memperlebar polemik di masyarakat. Dengan demikian isu ini harusnya sudah selesai,” ujarnya.

Sementara itu, terkait cara untuk mengatasi masalah subsidi gas yang bengkak usai program konversi kompor LPG 3 kg ke kompor listrik induksi batal, Mamit menjawab semuanya ada di tangan pemerintah, dan menunggu arahan langsung dari Presiden.

“Selanjutnya ya saya kira tunggu pemerintahan berikutnya apa yang akan diambil langkah selanjutnya. Jika pemerintahan saat ini saya agak kurang yakin bisa dilakukan kecuali ada extraordinary dari Presiden,” ucapnya.

Di sisi lain, Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno memandang positif pembatalan konversi kompor gas LPG ke kompor listrik. Namun, pembatalan ini menjadi bukti jika pemerintah dipandang tidak punya roadmap yang jelas di bidang energi.

“Mengevaluasi bahkan membatalkan kebijakan konversi kompor gas ke kompor listrik pada saat ini merupakan pilihan logis,” kata dia kepada Liputan6.com.

Sejak awal, YLKI memang menduga munculnya kebijakan konversi ini merupakan kepanikan pemerintah terhadap melambungnya subsidi gas elpiji 3 kg. Jika demikian, ia menyayangkan sejumlah masyarakat sudah menjadi sasaran uji coba konversi tersebut.

“Dulu diwajibkan konversi dari kompor minyak tanah ke kompor gas elpiji 3 kg, dengan alasan menekan subsidi energi. Sekarang pemerintah panik karena subsidi gas elpiji 3 kg makin melambung. Hal ini menunjukkan pemerintah tidak mempunyai roadmap yang jelas terkait subsidi pada energi,” paparnya.

Agus memandang kalau klaim penggunaan kompor listrik induksi lebih efisien masih bisa diperdebatkan. Bahkan klaimnya bisa mengefisiensikan hingga 48 persen.

Padahal, nyatanya banyak masyarakat justru semakin konsumtif terhadap penyerapan energi rumah tangga. Hal ini dikarenakan masyarakat tetap akan menggunakan dua jenis kompor, yakni kompor gas dan kompor induksi.

“Bagaimanapun kompor gas masih diperlukan untuk mengantisipasi jika aliran listrik PLN mati/padam. Bagaimana jadinya jika saat sedang memasak listrik PLN mati jika tidak ada kompor gas elpiji? Jadi, kebijakan ini bisa memicu dobel pengeluaran bagi konsumen,” ujar dia.

Agus menegaskan kalau pemerintah seharusnya mengambil langkah lain untuk menekan subsidi gas LPG 3 kg. Misalnya mengubah pola subsidi menjadi tertutup.

“Seharusnya untuk pengendalian subsidi gas elpiji 3 kg, pemerintah harus punya nyali untuk menjadikan pola distribusi tertutup pd gas elpiji 3 kg, sebagaimana saat awal diberlakukan,” tegasnya.

Jebolnya subsidi gas elpiji 3 kg dikarenakan distribusi gas elpiji 3 kg bersifat terbuka. Dengan demikian dari masyarakat miskin hingga orang kaya dapat membelinya. “Inilah yg menjadikan alokasi subsidi gas elpiji 3 kg menjadi makin boncos,” pungkas Agus.

Nasib Kompor Listrik Gratis

Banner Infografis Rencana Peralihan Kompor LPG 3 Kg ke Kompor Listrik Dibatalkan. (Foto: Dok. PLN)

Sebelum resmi dibatalkan, pemerintah dan PLN sebenarnya sudah mulai melakukan sosialisasi alias uji coba penggunaan kompor listrik yang berlangsung di 2 lokasi yakni di Solo dan Denpasar.

Bahkan, pemerintah sudah berencana untuk membagikan kompor listrik kepada masyarakat secara gratis demi menyukseskan program konversi ini. “Iya dibantu (kompor listrik oleh pemerintah),” kata Arifin Tasrif.

Sekjen Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, pemerintah berencana membagikan paket kompor listrik senilai Rp 1,8 juta.

Paket tersebut akan dibagikan kepada 300 ribu keluarga. “Jadi satu rumah itu dikasih satu paket,” kata Rida Mulyana.

Paket kompor listrik itu nanti akan dibagikan kepada masyarakat yang terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

Paket senilai Rp 1,8 juta tersebut berisi kompor listrik (kompor induksi) dua tungku, alat masak dan Miniatur Circuit Breaker (MCB) yang berfungsi untuk mengatur kenaikan daya listrik di rumah tangga.

“Rp 1,8 juta itu rencana awal dengan dua tungku yang sama kapasitasnya,” kata Rida.

Namun, ada usulan kompor yang dibagikan hanya 1 tungku. Artinya kompor induksi ini memiliki daya yang lebih besar dan harganya naik. Namun hal ini masih dalam pembahasan.

“Nah masih dikalkulasi berapa harganya, harusnya kan nggak Rp 1,8 juta lagi, pasti lebih naik Rp 2 juta lah,” ujarnya.

Pembagian MCB ditujukan kepada pelanggan rumah tangga yang dayanya masih di bawah 1.000 VA. Pemberian MCB ini akan memudahkan pemerintah dalam menilai penggunaan bantuan di masyarakat.

Namun, kini dengan pembatalan program konversi ini, lantas bagaimana nasib kompor listrik yang rencananya akan sebar oleh pemerintah?

Wakil Menteri BUMN I Pahala Nugraha Mansury menyatakan belum ada rencana dari pemerintah untuk melanjutkan konversi tersebut.

Kelanjutan program masih perlu didiskusikan lebih lanjut. “Kelihatannya kita belum ada rencana untuk melanjutkan penggunaan kompor listrik,” ungkapnya.

“Belum tahu (kapan dilanjutkan), nanti kita rapatkan dulu,” pungkasnya.

Pahala juga menyebut, keputusan penyetopan konversi ke kompor listrik sudah mengacu pada hasil rapat koordinasi yang telah dilakukan sebelumnya.

Terkait alasan pemberhentian program, ia mengatakan PLN dan setiap pihak terkait memerlukan persiapan yang lebih matang. “Ya mungkin nanti memerlukan persiapan terlebih dahulu,” tutup dia. (***)

Continue Reading
Advertisement Berita Vaksin Penting

Berita

Standardisasi Guna Mendukung Sinergi Kolaborasi Tata Kelola K3 Nasional

Published

on

Deputi Bidang Pengembangan Standar Badan Standardisasi Nasional (BSN), Hendro Kusumo dalam pembukaan Seminar Masyarakat Standardisasi (MASTAN) tentang K3 di Pameran Lab Indonesia 2024, Jakarta Convention Center (Foto : @www.bsn.go.id)

Jakarta, goindonesia.co – Dalam beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan banyak sekali terjadinya kecelakaan di lingkungan kerja di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya tingkat perlindungan terhadap pekerja dan penanganan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) yang sesuai prosedur, sehingga perlu adanya perhatian dari pemangku kepentingan seperti pemerintah selaku pembuat kebijakan untuk mewujudkan lingkungan kerja yang aman di Indonesia.

Deputi Bidang Pengembangan Standar Badan Standardisasi Nasional (BSN), Hendro Kusumo dalam pembukaan seminar Masyarakat Standardisasi (MASTAN) tentang K3 di Pameran Lab Indonesia 2024, Jakarta Convention Center pada Kamis (25/04/24), mengatakan bahwa sinergi kolaborasi merupakan urgensi dalam tata kelola K3 nasional. Sinergi kolaborasi yang baik nantinya dapat menguntungkan banyak pihak, khususnya para pemangku kepentingan.

“Dari Kementerian/Lembaga yang punya kewenangan membuat berbagai keputusan, kebijakan, peraturan, dan lain sebagainya yang selanjutnya kita sebut sebagai good policy making practices, dalam tata kelola ini idealnya didukung dengan good standardization practices. Inilah mengapa standardisasi menjadi penting untuk men-support regulasi karena penyusunan standar selalu berkaitan dengan prinsip standardisasi internasional, sehingga apabila nyambung antara regulasi dan standar kita menyebutnya good regulatory practices.” jelas Hendro.

Menurut Hendro, standardisasi merupakan pondasi yang kuat untuk mendukung regulasi dikarenakan perumusannya senantiasa mengacu kepada standar internasional yang kompetensinya tentu telah teruji.

Pada tingkat internasional, International Organization for Standardization (ISO) telah membentuk Technical Committee ISO/TC 283 Occupational health and safety management yang memiliki fokus merumuskan standar dengan ruang lingkup K3. Salah satu publikasi yang dirumuskan oleh ISO/TC 283 ini adalah ISO 45001:2018 Occupational health and safety management systems Requirements with guidance for use.

Di tingkat nasional pun Indonesia juga telah memiliki Komite Teknis (KT) 13-01, Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang ruang lingkupnya mirroring dengan ruang lingkup ISO/TC 283. Deretan SNI yang telah dirumuskan oleh KT 13-01 juga telah mengacu kepada publikasi yang dirumuskan oleh ISO/TC 283. Sehingga sebenarnya Indonesia telah memiliki bekal standar yang cukup untuk menjadi rujukan bagi para organi untuk menciptakan produk yang berkualitas dan menjunjung tinggi K3.

Seperti diketahui, saat ini terdapat 101 SNI pada lingkup KT 13-01, dari 101 SNI tersebut terdapat 65 SNI yang bersatus aktif terkait dengan ergonomi, higiene Perusahaan dan bahan berbahaya (HPBB), keselamatan kerja, Kesehatan kerja, serta pembinaan keselamatan dan Kesehatan kerja (P2K3).

“Harapannya, hasil dari kegiatan ini nantinya dapat dijadikan referensi untuk mendukung pengambilan keputusan di masa datang dalam konteks tata kelola K3 nasional.” tutup Hendro. (***)

*Badan Standardisasi Nasional

Continue Reading

Berita

Perdagangan Indonesia Swiss Meningkat 3 Kali Lipat Pasca Indonesia-EFTA CEPA

Published

on

Dirjen Amerika- Eropa Kementerian Luar Negeri RI, Dubes Umar Hadi pada pertemuan ke-10 Joint Economic Trade and Comission (JETC) Indonesia-Swiss di Bern (Foto : Sumber: KBRI Bern, @kemlu.go.id)

Bern, Swiss, goindonesia.co – “Dua tahun pasca berlakunya Indonesia-EFTA CEPA, nilai perdagangan kedua negara meningkat tiga kali lipat menjadi lebih dari US$ 3 milyar dengan surplus lebih dari US$ 2 milyar berturut-turut untuk Indonesia”, ujar Dirjen Amerika- Eropa Kementerian Luar Negeri RI, Dubes Umar Hadi pada pertemuan ke-10 Joint Economic Trade and Comission (JETC) Indonesia-Swiss di Bern (23/04). Pertemuan JETC ke-10dipimpin oleh Dirjen Amerop Kemenlu RI, Dubes Umar Hadi, dan Head of Bilateral Economic Relations, State Secretariat for Economic Affairs (SECO), Federal Department of Economic Affairs (EAER) Swiss.

Perdagangan bilateral dan investasi Swiss ke Indonesia menunjukkan peningkatan dan masih tetap membuka peluang untuk lebih ditingkatkan, khususnya pasca berlakunya Indonesia-EFTA CEPA, sejak 1 November 2021. Perjanjian bilateral bidang ekonomi juga segera diperkuat dengan Bilateral Investment Treaty (Perjanjian Investasi Bilateral atau P4M/Perjanjian Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal, yang telah ditandatangani tahun 2022 dan diharapkan berlaku tahun 2024.

“Bagi Indonesia, Swiss dan negara yang tergabung pada EFTA (Swiss, Norwegia, Liechtenstein dan Islandia) merupakan mitra pertama CEPA di Eropa, sementara Indonesia merupakan mitra pertama EFTA di ASEAN”, ungkap Dubes RI untuk Swiss dan Liechtenstein, Ngurah Swajaya. Kehadiran swasta kedua negara dan perwakilan beberapa kementerian memberikan nilai tambah untuk mendorong secara konkret komitmen peningkatan kerja sama ekonomi.

Pertemuan JETC ke-10 antara lain, mengangkat isu-isu kerja sama ekonomi dan pembangunan,  kelanjutan kerja sama pembangunan Indonesia-Swiss periode 2025-2028, investasi industri berbasis teknologi dan rendah karbon, kerja sama kesehatan, ekonomi digital, optimalisasi pemanfaatan CEPA, dan kerja sama bidang pendidikan vokasi dan profesionalisme untuk meningkatkan daya saing industri Indonesia.

“Peningkatan nilai perdagangan hingga 3 kali lipat justru terjadi di akhir Covid-19 dan pada saat kondisi ekonomi global yang belum pulih menunjukkan komitmen dan potensi yang masih sangat besar untuk dikembangkan bagi keuntungan rakyat kedua pihak”, demikian ujar Dubes Ngurah. Hal ini juga dinilai sebagai momentum yang perlu dimanfaatkan kedua negara untuk mempererat kerja sama ekonomi bilateral.

Pertemuan JETC ke-10 berhasil sepakati beberapa hasil konkret, antara lain memulai pembahasan perpanjangan kerja sama pembangunan 2025-2028, meningkatkan diversifikasi produk ekspor Indonesia ke Swiss, termasuk peningkatan akses  bagi UMKM unggul Indonesia, peningkatan investasi dengan memanfaatkan Indonesia sebagai bagian dari rantai pasok industri Swiss di kawasan Asia. Pembahasan juga mencakup penjajakan kerja sama di berbagai bidang lainnya, seperti pariwisata, penghindaran pajak berganda dan kerja sama perhubungan udara.

Kerja sama bidang pendidikan, khususnya vokasi dan profesionalisme telah dimulai dan akan terus diperkuat untuk mendukung peningkatan daya saing industri Indonesia, khususnya yang berbasis teknologi dan rendah karbon. Dalam memperkuat ekosistem industri berteknologi tinggi dan rendah karbon di Indonesia, “KBRI akan terus melakukan pendekatan kepada industri Swiss, khususnya Small and Medium Size Enterprises”, lanjut Dubes Ngurah.

Sebelum pertemuan JETC ke-10, Dubes Ngurah Swajaya juga menghadiri The Third Annual Meeting of the Swiss-Indonesia Trade and Sustainability Council di Zurich, 22 April 2024, sebagai rangkaian JETC untuk lanjutkan kerja sama isu keberlanjutan dan perdagangan, peningkatan kapasitas UMKM sektor industri tekstil Indonesia dan infrastruktur yang diselenggarakan oleh KADIN Indonesia dan Economiesuisse.

Secara ekonomi, perdagangan bilateral Indonesia-Swiss telah melampaui kisaran US$ 3 miliar dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak berlakunya Indonesia EFTA CEPA. Indonesia saat ini menjadi tuan destinasi investasi sekitar 150 perusahaan Swiss di berbagai bidang.  

Perdagangan Indonesia-Swiss tahun 2023 mengalami surplus perdagangan senilai US$ 2,21 miliar atau Rp. 35,88 triliun.  Total nilai perdagangan Indonesia-Swiss tahun 2023 mencapai US$ 3,11 miliar atau Rp. 50,31 triliun, dengan total nilai ekspor Indonesia sebesar US$ 2,66 miliar atau Rp. 43,09 triliun, sedangkan nilai impor Indonesia dari Swiss sebesar US$ 446,29 juta atau Rp. 7,21 triliun. 

Adapun neraca perdagangan Indonesia-Swiss tahun 2023 mengalami peningkatan 24,32%, dengan neraca ekspor meningkat 20,37% dan neraca impor juga meningkat 3,92% dibanding tahun 2022 (YoY).  

Terkait investasi, tahun 2023 mencatat Swiss pada urutan ke-6 dari seluruh negara Eropa. Nilai investasi Swiss ke Indonesia mencapai US$ 150,065 juta dalam 750 proyek (data BKPM). Angka ini meningkat sebesar 12,17% dibanding tahun 2022. (***)

*Sumber: KBRI Bern

Continue Reading

Berita

Indonesia Jalin 13 Perjanjian Kerja Sama Industri pada Hannover Messe 2024

Published

on

Partisipasi Indonesia di Hannover Messe tahun 2024 (Foto : @www.kemenperin.go.id)

Hannover, Jerman, goindonesia.co – Keikutsertaan Indonesia dalam Hannover Messe 2024 bertujuan untuk mewujudkan kerja sama industri dan penanaman modal asing. Pada penyelenggaraan ajang pameran industri terkemuka dan berpengaruh di dunia tersebut tahun ini, target partisipasi tersebut sukses tercapai dengan terjalinnya tiga belas kerja sama industri baru dengan nilai hingga lebih dari Rp5 Triliun.

“Terjalinnya 13 perjanjian kerja sama industri baru ini adalah langkah signifikan menuju arah pembangunan industri yang berkelanjutan,” ujar Plt. Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian, Eko S.A Cahyanto dalam pernyataannya di Hannover, Jerman, Kamis (25/4) waktu setempat.

Menyoroti relevansi kesepakatan dengan visi pembangunan industri masa depan, Plt. Dirjen KPAII menyatakan, kesepakatan dari Hannover Messe dan program kegiatan bersama yang sesuai dengan peta jalan Making Indonesia 4.0 dapat mendukung percepatan transformasi teknologi 4.0 dan penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) industrinya.

Tiga belas perjanjian kerja sama yang telah ditandatangani sampai hari ketiga Hannover Messe 2024, di antaranya TechnoGIS dan FRAUNHOFER IPK untuk kolaborasi penelitian dan pengembangan pemantauan hutan kebakaran. Kemudian, dengan AI Drone, TechnoGIS dan Preneu Co., Ltd untuk distribusi dan pengembangan pemetaan drone di Indonesia dan Asia. Selanjutnya, perjanjian kerja sama antara Wuhan Geosun Navigation Technology dan Geomars mengenai distribusi LiDAR untuk pemetaan 3D.

Dua kesepakatan lainnya merupakan kerja sama antara Solusi247 dengan MetalogikaGMbh untuk proyek pembuatan produk embedded system dan outsourcing, serta perjanjian kemitraan strategis antara Techbros dengan Seeed Technology Co., Ltd. Selain itu, Nusantara Capital Authority juga melakukan penandatanganan dua letter of intent (LoI) dengan ATMI IGI dan Solinatra BV sebagai langkah awal untuk menjalin kerja sama lebih lanjut.

Sebelumnya, lima kesepakatan telah ditandatangani pada saat pembukaan Paviliun Indonesia, Senin (22/4) lalu, yang disaksikan langsung oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, di antaranya kerja sama pada sektor daur ulang limbah untuk kawasan industri di Kepulauan Riau, penandatanganan kerja sama antara Ecadin dengan TUV Nord, PT Stechoq Robotika dengan Beckhoff untuk pengembangan learning system dan medical grade ventilator, PT Stechoq Robotika Indonesia dengan Noyatech untuk pengembangan produk pembelajaran, monitoring production, dan terakhir ATMI IGI Center dengan Solinatra BV.

Perjanjian kerja sama dengan nilai total lebih dari Rp5 Triliun tersebut merupakan wujud komitmen Indonesia untuk berkolaborasi dengan negara mitra lainnya dalam meningkatkan rasa saling percaya dan pengertian serta memperkuat kolaborasi demi masa depan.

Sepanjang tahun 2023, realisasi investasi Indonesia mencapai Rp1.418,9 Triliun, melampaui target yang sebelumnya ditetapkan sebesar Rp1.400 Triliun (data BKPM). Angka tersebut merupakan rekor tertinggi dalam 30 tahun terakhir dengan sektor industri pengolahan menjadi penyumbang terbesar investasi asing langsung (FDI).

Kembalinya Indonesia berpartisipasi pada Hannover Messe di tahun 2024 ini merupakan salah satu upaya untuk menunjukkan potensi dan peluang besar dalam industri berkelanjutan maupun industri maju. Berbagai kegiatan yang dipersembahkan oleh Paviliun Indonesia antara lain eksibisi dari sembilan Co-exhibitor yang memamerkan produk dan inovasinya masing-masing, business forum, serta business matching. Tujuannya untuk merealisasikan rencana-rencana kerja sama antara para pelaku usaha, pelaku industri, investor, dan asosiasi. (***)

*Tim Pengelola Website Kemenperin

Continue Reading

Trending